Menu

10.2.14

Valentine di Pesantren?


Valentine di Pesantren?

Pagi ini Ryan tampak sumringah, cerah penuh gairah. Sejak shubuh beberapa kali aku memergokinya senyum-senyum sendiri. Aneh. Apa yang spesial? Dia ulang tahun? Ah bukan, bulan kemarin kan sudah. Lalu kenapa?
Teng… teng…. Lonceng berdentang.
“Woi, ayo cepet masuk, nanti kalau terlambat dimarahi ustadz lho.” Ryan meneriaku agar bergegas. Tak biasanya ia mendahuluiku. Bukankah ia dikenal si jago telat, kenapa hari ini rajin betul? Di kelas juga antusias, kebiasaan ngantuknya hilang. Aku harus selidiki perubahan sikap sahabatku itu.
Selepas makan siang, aku mendekatinya yang asyik menulis.
“Nulis apa em?”
“Ah engga, rahasia” Ia mengelak, menepis tanganku yang mencoba meraih kertas tulisannya.
“Ye, dasar pelit, oya hari ini ente girang betul, ada apa sih?”
“Huh… ente sirik aja!”
“Engga lah, aneh aja kenapa tiba-tiba riang gitu?”
“Mau tahu jawabannya? tunggu sore ini!” tegasnya mantap.
Aku hanya bisa mendengus sebal, ia beranjak entah kemana.


Sore hangat. Selepas shalat asar Ryan berpakaian putih hitam, seragam resmi pesantren.
“Yan, kemana?” tanyaku
“Ada deh, rahasia”
“Yah… dari tadi rahasia terus!”
Ia melenggang menuju kantor pengasuhan, aku menguntit dari belakang.
Saastadin ustadz!1” ia mulai beraksi, merayu.
“Kemana?”
“Ke Pondok Putri stadz, mau nengok ukhti shogiroh2 sekalian ngasih buku!”
“Baik, jangan lama-lama, jam setengah lima harus sudah di sini, tak boleh terlambat!”
“Iya stadz, syukron”
Ryan keluar jumawa, melirikku penuh kemenangan.


Esok siang, Selepas shalat zhuhur diadakan pemeriksaan kamar dadakan. Kunci lemari setiap santri diserahkan kepada Asatidz yang akan memeriksa isinya. Santri “ditahan” di masjid sampai inspeksi selesai. Ryan tampak gelisah, menghela nafas panjang.
“Kenapa yan? Ente bawa MP3 lagi?” Ia menggeleng.
“Trus!” desaku. Ia kembali menggeleng sembari melintangkan telunjuk di bibir
“Ssstt!”

Jawaban atas kegelisahan Ryan terkuak. Ia “digiring” menuju kantor pengasuhan layaknya pesakitan.
Teng… teng….teng…. lonceng panjang berdentang, tanda kumpulan seluruh santri. Di Lapangan depan tangga santri berkumpul. Ustadz Shofyan, Staff Pengasuhan berdiri gagah. Meja disampingnya penuh dengan barang sitaan, poster grup band, kaset, VCD, assesoris, majalah “bermasalah”, MP3, radio stereo, handphone dan…. tiga batang cokelat plus surat cinta.
“Kita benar-benar panen!” beliau berseru keras.
“Sayang, bukan panen menguntungkan, tapi panen keburukan, memalukan!” lanjut beliau, kecewa.
Selepasnya beliau memberi tausyiah menohok mengenai disiplin pondok. “Barang haram” dimusnahkan. Yang tersisa tinggal tiga batang cokelat plus surat cinta. Kali ini beliau berbinar.
“Haduh, hari gini masih merayakan valentine? Apa kata dunia?” Tanya ustadz Shofyan retoris, meniru gaya Deddy Mizwar.
“Mending cokelatnya dikasih ke De Kiki ya?”
“Iya” jawab santri serempak.


Ryan keluar dari kantor pengasuhan, lunglai. Pucat pasi.
“Aduh… ini sih bukan hari kasih sayang, tapi hari sial!” Ia menumpahkan gundahnya padaku. Bercerita tentang kejadian sore kemarin. Selain menjenguk adiknya ternyata Ryan juga menemui Kanisa, “teman spesial”nya. Sembunyi-sembunyi mereka bertukar cokelat dan surat.
Owh jadi gitu, kemarin ente sumringah karena berhasil menemui Kanisa, merayakan valentine dengannya walau sembunyi-sembunyi?” aku menebak.
“Sialnya sekarang ketahuan Staff Pengasuhan, weleh-weleh kasihan!” lanjutku prihatin.
“Hush! Jangan keras-keras, entar ada yang denger, malu!” ia menjitak kepalaku.
“Ampun deh, gak bakalan lagi merayakan valentine, udah dosa bikin sial lagi!” ucapnya geram.
Aku terkekeh, puas.

***
1 Saya minta izin ustadz
2 Adik (perempuan)


Untuk pemesanan buku "Berkaca Pada Jiwa" , silakan sms ke 087826263364 (Prito) dengan kata pertama, order.
Selamat memesan.
Ps: Royalti buku ini digunakan untuk pengembangan KPS.

Salam pena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar