Valentine di Pesantren?
Pagi
ini Ryan tampak sumringah, cerah penuh gairah. Sejak shubuh beberapa
kali aku memergokinya senyum-senyum sendiri. Aneh. Apa yang spesial?
Dia ulang tahun? Ah bukan, bulan kemarin kan sudah. Lalu kenapa?
Teng…
teng…. Lonceng berdentang.
“Woi,
ayo cepet masuk, nanti kalau terlambat dimarahi ustadz lho.” Ryan
meneriaku agar bergegas. Tak biasanya ia mendahuluiku. Bukankah ia
dikenal si jago telat, kenapa hari ini rajin betul? Di kelas juga
antusias, kebiasaan ngantuknya hilang. Aku harus selidiki perubahan
sikap sahabatku itu.
Selepas
makan siang, aku mendekatinya yang asyik menulis.
“Nulis
apa em?”
“Ah
engga, rahasia” Ia mengelak, menepis tanganku yang mencoba
meraih kertas tulisannya.
“Ye,
dasar pelit, oya hari ini ente girang betul, ada apa
sih?”
“Huh…
ente sirik aja!”
“Engga
lah, aneh aja kenapa tiba-tiba riang gitu?”
“Mau
tahu jawabannya? tunggu sore ini!” tegasnya mantap.
Aku
hanya bisa mendengus sebal, ia beranjak entah kemana.
Sore
hangat. Selepas shalat asar Ryan berpakaian putih hitam, seragam
resmi pesantren.
“Yan,
kemana?” tanyaku
“Ada
deh, rahasia”
“Yah…
dari tadi rahasia terus!”
Ia
melenggang menuju kantor pengasuhan, aku menguntit dari belakang.
“Saastadin
ustadz!1”
ia mulai beraksi, merayu.
“Kemana?”
“Ke
Pondok Putri stadz, mau nengok ukhti shogiroh2
sekalian ngasih buku!”
“Baik,
jangan lama-lama, jam setengah lima harus sudah di sini, tak boleh
terlambat!”
“Iya
stadz, syukron”
Ryan
keluar jumawa, melirikku penuh kemenangan.
Esok
siang, Selepas shalat zhuhur diadakan pemeriksaan kamar dadakan.
Kunci lemari setiap santri diserahkan kepada Asatidz yang akan
memeriksa isinya. Santri “ditahan” di masjid sampai inspeksi
selesai. Ryan tampak gelisah, menghela nafas panjang.
“Kenapa
yan? Ente bawa MP3 lagi?” Ia menggeleng.
“Trus!”
desaku. Ia kembali menggeleng sembari melintangkan telunjuk di bibir
“Ssstt!”
Jawaban
atas kegelisahan Ryan terkuak. Ia “digiring” menuju kantor
pengasuhan layaknya pesakitan.
Teng…
teng….teng…. lonceng panjang berdentang, tanda kumpulan seluruh
santri. Di Lapangan depan tangga santri berkumpul. Ustadz Shofyan,
Staff Pengasuhan berdiri gagah. Meja disampingnya penuh dengan barang
sitaan, poster grup band, kaset, VCD, assesoris, majalah
“bermasalah”, MP3, radio stereo, handphone dan…. tiga batang
cokelat plus surat cinta.
“Kita
benar-benar panen!” beliau berseru keras.
“Sayang,
bukan panen menguntungkan, tapi panen keburukan, memalukan!” lanjut
beliau, kecewa.
Selepasnya
beliau memberi tausyiah menohok mengenai disiplin pondok.
“Barang haram” dimusnahkan. Yang tersisa tinggal tiga batang
cokelat plus surat cinta. Kali ini beliau berbinar.
“Haduh,
hari gini masih merayakan valentine? Apa kata dunia?” Tanya ustadz
Shofyan retoris, meniru gaya Deddy Mizwar.
“Mending
cokelatnya dikasih ke De Kiki ya?”
“Iya”
jawab santri serempak.
Ryan
keluar dari kantor pengasuhan, lunglai. Pucat pasi.
“Aduh…
ini sih bukan hari kasih sayang, tapi hari sial!” Ia menumpahkan
gundahnya padaku. Bercerita tentang kejadian sore kemarin. Selain
menjenguk adiknya ternyata Ryan juga menemui Kanisa, “teman
spesial”nya. Sembunyi-sembunyi mereka bertukar cokelat dan surat.
“Owh
jadi gitu, kemarin ente sumringah karena berhasil menemui
Kanisa, merayakan valentine dengannya walau sembunyi-sembunyi?” aku
menebak.
“Sialnya
sekarang ketahuan Staff Pengasuhan, weleh-weleh kasihan!”
lanjutku prihatin.
“Hush!
Jangan keras-keras, entar ada yang denger, malu!” ia menjitak
kepalaku.
“Ampun
deh, gak bakalan lagi merayakan valentine, udah dosa bikin
sial lagi!” ucapnya geram.
Aku
terkekeh, puas.
***
1
Saya minta izin ustadz
2
Adik (perempuan)
Untuk
pemesanan buku "Berkaca Pada Jiwa" , silakan sms ke 087826263364 (Prito) dengan kata pertama, order.
Selamat
memesan.
Ps:
Royalti buku ini digunakan untuk pengembangan KPS.
Salam
pena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar