Menu

12.11.14

Makalah Psikolinguistik

 Makalah Psikolinguistik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Bahasa adalah satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek kegiatan manusia (Abdul Chaer,cetakan 2 2009). Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka  manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Suriasumantri, 1998). Ernst Cassier menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang menggunakan simbol. Secara generik ungkapan ini lebih luas daripada sekedar homo sapiens. Bagi Cassier, Keunikan manusia sebenarnya bukanlah sekedar terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannnya berbahasa. Seorang filosof kenamaan, Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya yang terkenal, secara jelas pula seorang filosof bahasa, Ludwid Van Wittgenstein, mengatakan bahwa batas dunia manusia adalah bahasa mereka (Sumaryono, 1993). Sebuah uraian yang cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikir dinyatakan oleh Whorf dan Saphir. Whorf dan Sapir melihat bahwa pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang digunakan manusia (Schlenker, 2004). Menurut hipotesis ini, dunia mental orang Indonesia berbeda dengan dunia mental orang Inggris karena mereka menggunakan bahasa yang berbeda.
            Hubungan antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Sejarah kajian ini dapat ditilik dari psikolog kognitif, filosof dan ahli linguistik. Para ilmuwan menyajikan sesuatu yang sangat menantang untuk ditelaah lebih lanjut. Beberapa aspek bahasan yang mempengaruhi pikiran perlu diidentifikasi lebih lanjut, misalnya identifikasi aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran ruang bidang (reasoning spatial) dan aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran terhadap pikiran lain (reasoning about otherminds).

1.2 Tujuan Penulisan
            Berbahasa merupakan Kegiatan yang Kompleks, selain berhubungan dengan budaya juga berhubungan dengan berfikir, maka dari itu penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Pembaca dapat memahami Hubungan Berbahasa dengan berbudaya dalam kehidupan masyarakat.
Pembaca dapat memahami Hubungan Bahasa dan berfikir dalam kehidupan masyarakat

1.3 Pembatasan Masalah
            Keterkaitan kegiatan berbahasa, berfikir dan berbudaya dalam kegiatan keseharian masyarakat pemakai bahasa sangat luas, maka dari itu kami membatasi pembahasannya sebagai berikut:
1.      Apa pengertian bahasa, berfikir dan budaya?
2.      Apa landasan teori keterkaitan kegiatan berbahasa,berfikir dan berbudaya dalam kegiatan keseharian  masyarakat pemaki bahasa?
3.      Bagaimana hasil penelitian mengenai keterkaitan kegiatan berbahasa,berfikir dan berbudaya dalam kegiatan keseharian  masyarakat pemakai bahasa?

1.4  Manfaat Penulisan
      1Mengetahui  pengertian bahasa, berfikir dan budaya.
  1. Mengetahui landasan teori keterkaitan kegiatan berbahasa,berfikir dan berbudaya dalam kegiatan keseharian  masyarakat pemaki bahasa.
  2. Mengetahui hasil penelitian mengenai keterkaitan kegiatan berbahasa,berfikir dan berbudaya dalam kegiatan keseharian  masyarakat pemakai bahasa.




























BAB II
LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengertian Bahasa
            Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam dan dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu.
            Istilah bahasa dalam bahasa Indonesia, sama dengan language, dalam bahasa Inggris, taal dalam bahasa Belanda, sprache dalam bahasa Jerman, lughatun dalam bahasa Arab dan bhasa dalam bahasa Sansekerta. Istilah-istilah tersebut, masing-masing mempunyai aspek tersendiri, sesuai dengan pemakainya, untuk menyebutkan suatu unsur kebudayaan yang mempunyai aspek yang sangat sulit sehingga merupakaan aspek yang tidak mudah didefinisikan.

2.1  Pengertian Budaya
                Kebudayaan menurut Clifford Geertz sebagaimana disebutkan oleh Fedyani Syaifuddin dalam bukunya Antropologi Kontemporer yaitu sistem simbol yang terdiri dari simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan bersifat publik. Senada dengan pendapat di atas Claud Levi-Strauss memandang kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan bersifat publik.
            Adapun Gooddenough sebagaimana disebutkan Mudjia Rahardjo dalam bukunya Relung-relung Bahasa mengatakan bahwa budaya suatu masyarakat adalah apa saja yang harus diketahui dan dipercayai seseorang sehngga dia bisa bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat, bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang harus dicari dan perilaku harus dipelajari dari orang lain bukan karena keturunan. Karena itu budaya merupakan “cara” yang harus dimiliki seseorang untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam hidupnya. 
            Dalam konsep ini kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sehingga pemaknaan kebudayaan lebih banyak dicermati sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Karenanya tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat wujudnya dalam berbagai pranata yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia.
            Adapun Menurut Canadian Commision for UNESCO seperti yang dikutip oleh Nur Syam mengatakan kebudayaan adalah sebuah sistem nilai yang dinamik dari elemen-elemen pembelajaran yang berisi asumsi, kesepakatan, keyakinan dan atauran-atauran yang memperbolehkan anggota kelompok untuk berhubungan dengan yang lain serta mengadakan komunikasi dan membangun potensi kreatif mereka.
           Definisi-definisi di atas dan pendapat para ahli lainnya dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan menurut Abdul Chaer yaitu:
1. Definisi deskriptif yakni definisi yang menerangkan pada unsur-unsur kebudayaan.
2. Definisi historis yakni definisi yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan.
3. Definisi normatif yakni definisi yang menekankan hakekat kebuadayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku.
4. Definisi psikologis yakni definisi yang menekankan pada kegunaan kebudayaan dalam menyesuaikan diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan dan belajar hidup.
5. Definisi sturktural definisi yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola teratur.
6. Definisi genetik yang menekankan pada terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia.

            Dengan demikian kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial, oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan dan tata kelakuan tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi. Dan kebudayaan melingkupi semua aspek dan segi kehidupan manusia, baik itu berupa produk material atau non material.

            Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari berbagai budaya, menjadikan perbedaan antar-kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai dalam khasanah budaya nasional.


2.3. Teori-Teori Keterkaitan Bahasa dan Berfikir
2.3.1 Teori Wilhelm Von Humboldt
                 Wilman helm Von Humboldt, sarjana jerman abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikir manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia akan menganut cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat bahasa lain.
Mengetahui bahasa itu sendiri Von Humbolt berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideeform atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi(lautform) dan pikiran (ideeform).
            Dari keterangan itu bias disimpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk-luar, sedangkan pikiran adalah bentuk-dalam. Bentuk-luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam-bahasa berada di dalam otak. Kedua bentuk inilah yang’’membelenggu’’ manusia, dan menentukan cara berpikirnya. Dengan kata lain, Von Humboldt berpendapat bahwa struktur suatu bahasa menyatakan kehidupan dalam( otak, pemikir) penutur bahasa itu.

2.3.2 Teori Sapir-Whorf

            Edward Sapir (1884-1939) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah ’’belas kasih’’ bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat. Menurut sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian ’’didirikan’’ diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama.
Benjamin Lee Whorf (1897-1941), murid sapir, menolak pandangan klasik mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri.
            Sama halnya dengan Von Humboldt dan sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan ’’kaleng kosong’’ bekas minyak bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya.
            Setelah meneliti bahasa hopi, salah satu bahasa Indian di California Amerika Serikat, dengan mendalam, whorf mengajukan satu hipotesis yang lazim disebut hipotesis Whorf (atau juga hipotesis Sapir-Whorf) mengenai relatifitas bahasa. Menurut hipotesis itu, bahasa-bahasa yang berbeda’’membedah’’ alam ini dengan cara yang berbeda, sehingga terciptalah satu relatifitas sistem-sistem konsep yang tergantung pada bahasa-bahasa yang beragam itu.
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa di Asia Tenggara( Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain) adalah sama karena bahasa-bahasa mereka mempunyai struktur yang sama. Sedangkan hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa lain seperti Cina, Jepang, Amerika, Eropa , Afrika, dan lain-lain adalah berlainan karena struktur bahasa mereka berlainan. Untuk memperjelas hal ini Whorf membandingkan kebudayaan Hopi di organisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa(event) , sedangkan kebudayaan eropa diorganisasi berdasarkan ruang(space) dan waktu (time).

2.3.3 Teori Jean Piaget
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Piaget, sarjana perancis, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak aka nada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa: bukan sebaliknya.
Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi (Piaget, 1962) menyatakan jika seseorang anak-anak dapat menggolongkan sekumpulan benda-benda tersebut dengan menggunakan kata-kata yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran) Piaget mengemukakan dua hal penting berikut:
1)  Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensomotorik, yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda(sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan opersai pemakaian kembali.
2)  Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya miliki suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambing pada umumnya. Fungsi lambing ini mempunyai beberapa aspek.   Awal terjadi fungsi lambing ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambing, peniruan,dan bayangan-bayangan mental.
Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi dan perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa. Yang perlu di ingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensormotor ini kekelan benda merupakan pemerolehan umum.


2.3.4 Teori L.S. Vygotsky
        Vygotsky, sarjana bangsa Rusia, berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikian berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta saling mempengaruhi. Begitulah anak-anak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut Vygotsky dalam mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan dalam yang mempunyai arti yang merupakan aspek semantic ucapan, dan ucapan luar yang merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi-ucapan. Penyatuan dua bagian atau aspek ini sangat rumit dan kompleks.
        Pikiran dan kata, menurut Vygotsky (1962:116) tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi ucapan.

2.3.5 Teori Noam Chomsky
            Mengenai hubungan bahasa dan pikiran Noam Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut Hipotesis nurani (Chomsky, 1957, 1965, 1968). Sebenarnya teori ini tidak secara langsung membicarakan hubungan bahasa dengan pemikiran, tetapi kita dapat menarik kesimpulan mengenai hal itu karena Chomsky sendiri menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian proses mental (pemikiran) manusia. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa-dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu di bawa sejak lahir. Pada waktu seorang anak-anak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasa-dalam yang bersifat universal.
            Sebelum ini ada pandanagan dari Von Humboldt yang tampak tidak konsisten. Pada satu pihak Von Humboldt menyatakan keragaman bahasa-bahasa di dunia ini mencerminkan adanya keragaman pandangan hidup (weltanschauung); tetapi dipihak lain beliau berpendapat bahwa yang mendasari tiap-tiap bahasa manusia adalah satu system- universal yang menggambarkan keunikan intelek manusia. Karena itu, Von Humboldt juga sependapat dengan pandangan rasionalis yang mengatakan bahwa bahasa tidaklah dipelajari oleh anak-anak dan tidak pula di ajakan oleh ibu-ibu, melainkan tumbuh sendiri dari dalam diri anak-anak itu dengan cara yang telah ditentukan lebih dahulu (oleh alam) apabila keadaan-keadaan lingkungan yang sesuai terdapat.
            Pandangan Von Humboldt yang tidak konsisten itu dapat diperjelas oleh teori Chomsky. Menurut Chomsky yang sejalan dengan pandangan rasionalis, bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah sama( karena didasari oleh satu system yang universal) hanyalah pada tingkat dalamnya saja yang di sebut struktur-dalam(deep structure), pada tingkat luar atau struktur luar (surface structure)bahasa-bahasa itu berbeda-beda.
Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom; dank arena itu, tidak ada hubungannya dengan system kognisi (pemikiran) pada umunya termasuk kecerdasan.

2.3.6  Teori Eric Lenneberg
            Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan berfikir, Eric mengajukan teori mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus (Lenneberg, 1964). Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran. Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis untuk berbahasa menurut Leeneberg adalah sebagai berikut:
1)  Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fonologi manusia, seperti bagian-bagian, otak tertentu yang mendasari bahasa.
2)  Jadwal perkembangan bahasa yang sama berlaku bagi semua anak-anak normal. Semua anak-anak bias dikatakan mengikuti strategi dan waktu pemerolehan bahasa yang sama, yaitu lebih dulu menguasai prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi.
3) Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun poda anak-anak yang mempunyai cacat tertentu seperti buta, tuli, atau memiliki orang tua pekak sejak lahir. Namun, bahasa anak-anak ini tetap berkembang dengan hanya sedikit kelambatan.
4)  Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain. Hingga saat ini belum pernah ada makhluk lain yang mampu menguasai bahasa, sekalipun telah di ajar dengan cara-cara yang luar biasa.
5)  Setiap bahasa, tanpa kecuali, didasarkan pada prinsip-prinsip semantic, sintaksis, dan fonologi yang universal.
Jadi, terdapat semacam pencabangan dalam teori Leenneberg ini. Dia seolah-olah bermaksud membedakan perkembangan bahasa dari segi ontogenetis (pemerolehan bahasa oleh individu) dan dari segi filogenetis (kelahiran bahasa suatu masyarakat). Dalam hal ini pemerolehan bahasa secara ontogenetis tidak ada hubungannya dengan kognisi; sedangkan secara filogenetis kelahiran bahasa suatu masyarakat sebagiannya ditentukan oleh kemampuan bahasa nurani, dan sebagian lagi oleh kemampuan kognitif nurani, bukan bahasa yang lebih luas.
Lenneberg dalam Teori Kemampuan Bahasa Khusus telah menyimpulkan banyak bukti yang menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh biologi yang khusus untuk manusia dan bersumber pada genetik tersendiri secara asal. Namun, dalam bukunya yang ditulis kemudian (1967), beliau mulai cenderung beranggapan bahwa bahasa dihasilkan oleh upaya kognitif, bukan linguistik yang lebih luas, sehingga menyerupai pandangan Piaget.

2.3.7  Teori Bruner
            Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya Teori Instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikir itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis.
Dalam bidang pendidikan, implikasi teori Bruner ini sangat besar. Memang dalam hubungan inilah beliau ingin mengembangkan teori ini. Di samping adanya dua kecakapan yang melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linguistic dan kecakapan komunikasi, teori Bruner ini juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang dimiliki oleh setiap manusia yang berbahasa.
Kecakapan analisis ini akan dapat berkembang menjadi lebih baik dengan pendidikan melalui bahasa yang formal karena kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah seseorang mempunyai kecakapan komunikasi yang baik.
2.3.8 Kekontroversian Hipotesis Sapir-Whorf
            Teori-teori atau hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling bertentangan. Teori pertama dari Von Humboldt mengatakan bahwa adanya pandangan hidup yang bermacam-macam adalah karena adanya keragaman sistem bahasa dan adanya system bahasa dan adanya system unifersal yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Teori kedua dari Sapir-Whorf menyatakan bahwa struktur bahasa nenentukan struktur pikiran. Teori ketiga dari Piaget Menyatakan bahwa struktur pikiran di bentuk oleh perilaku, dan bukan oleh struktur bahasa. Struktur pikiran mendahului kemampuan-kemampuan yang dipakai kemudian untuk berbahasa. Teori keempat dari Vygotsky menyatakan bahwa pada mulanya bahasa dan pikiran berkembang sendiri-sendiri dan tidak saling mempengaruhi; tetapi pada pertumbuhan selanjutnya keduanya saling mempengaruhi; bahasa mempengaruhi pikiran dan pikiran mempengaruhi bahasa. Teori kelima dari Chomsky menyatakan bahwa bahasa dan pemikiran adalah dua buah system yang bersaingan yang memiliki keotonomiannya masing-masing. Pada tingkat struktur-dalam bahasa-bahasa di dunia ini sama karena di dasari oleh system unifersal; tetpi pada tingkat struktur-luar bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Teori ke enam dari Lennerberg mengatakan bahwa manusia telah menerima warisan biologi ketika dilahirkan, berupa kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang khusus untuk manusia; dan tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa ini mempunyai korelasi yang rendah dengan IQ manusia. Teori ketujuh dari Bruner menyatakan bahwa bahasa adalah alat bagi manusia untuk berpikir, untuk menyempurnakan dan mengembangkan pemikirannya itu.
            Diantara teori atau hipotesis di atas barangkali hipotesis Sapir-Whorf-lah yang paling controversial. Hipotesis ini yang menyatakan bahwa jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya, banyak menimbulkan kritik dan reksi hebat dari para ahli filsafat, linguistik, psikologi, psikolinguistik, sosiologi, antropologi dan lain-lain.
            Untuk menguji hipotesis Sapir-Whorf itu, Farb (1947) mengadakan penelitian terhadap sejumlah wanita jepang yang menikah dengan orang Amerika yang tinggal di San Fransisko, Amerika. Dari penelitian itu Farb menarik kesimpulan bahwa bahasa bukan menyebabkan perbedaan-perbedaan kebudayaan, tetapi hanya mencerminkan kebudayaan tersebut. Bahasa Jepang mencerminkan kebudayaan jepang, dan bahasa Inggris mencerminkan kebudayaan Inggris.
            Satu masalah lagi dari persoalan hubungan bahasa, pemikiran, dan kebudayaan ini adalah apa bedanya kebudayaan dengan pemikiran atau pandangan hidup (weltanschauung). Bukankah kebudayaan itu sama dengan pandangan hidup? Masalah ini sukar di jawab; para sarjana pun berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun, satu hal yang tidak dapat disanggah oleh sipapun, bahwa kebudayaan adalah milik suatu masyarakat, sedangkan pemikiran adalah milik perseorangan. Anggota-anggota masyarakat yang memiliki pemikiran atau pandangan hidup yang berbeda.


2.4.Teori-teori Keterkaitan Antara Bahasa dan Kebudayaan.
                  Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan, dan cara berfikir manusia atau masyarakat penuturnya.
                  Nababan mengelompokkan defenisi kebudayaan atas empat golongan, yakni (1) defenisi yang melihat kebudayaan sebagai pegatur dan pengikat masyarakat; (2) defenisi yang melihat kebudayaan sebagai hal yang diperoleh manusia melalui belajar atau pendidikan (nurture); (3) defenisi yang melihat kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia, dan (4) defenisi yang melihat kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang dipakai masyarakat untuk memperoleh kerjasama, kesatuan, dan kelangsungan hidup masyarakat manusia.
Itulah sebabnya Nababan (1984:49) secara gamblang menyatakan bahwa kebudayaan adalah sistem aturan-aturan komunikasi dan interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, terpelihara, dan dilestarikan. Defenisi yang dibuat nababan ini tentunya tidak salah, sebab sistem atau aturan-aturan komunikasi itu memang bagian dari kebudayaan; tetapi kebudayaan itu bukan hanya sistem komunikasi saja, melainkan menyangkut juga masalah-masalah lain, minimal termasuk tiga golongan defenisi yang dikemukakannya diatas. Jadi, termasuk aturan atau hukum yang berlaku dalam masyarakat (defenisi-defenisi golongan) (1), hasil-hasil pendidikan (defenisi-defenisi golongan) (2), dan kebiasaan dan perilaku (defenisi-defenisi golongan) (3). Dengan kata lain, kebudayaan itu adalah segala hal yang menyangkut kehidupan manusia termasuk atauran atau hukum yang berlaku dalam masyarakat, hasil-hasil yang di buat manusia, kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan, dan termasuk juga alat interaksi atau komunikasi yang digunakan, yakni bahasa dan alat-alat komunikasi nonverbal lainnya.
Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki manusia, dan tumbuh bersama dengan berkembangnya yang “melekat” pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah satu sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu. Dengan kata lain, hubungan yang erat itu berlaku sebagai : kebudayaan merupakan sistem yang mengatur interaksi manusia, sedangkan kebahasaan merupakan sistem yang berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itu.







BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Keterkaitan Antara Kegiatan Berbahasa dan Berfikir
             Beberapa uraian para ahli mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:

1.  Bahasa Mempengaruhi Pikiran
            Pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran dapat manusia terkondisikan oleh kata yang manusia digunakan. Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya, Edward Saphir. Whorf mengambil contoh Bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai banyak kosa kata dalam menjelaskan sebuah realitas. Hal ini membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas.

2.  Pikiran Mempengaruhi Bahasa
            Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget. Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya.

3.  Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi.
            Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan. Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif.

3.2 Keterkaitan Antara Bahasa dan Budaya
             Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
              Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
              Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.10 Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. 
            Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
               Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, dua buah fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.

3.3 Hasil Penelitian
3.3.1 Refleksi terhadap teori-teori keterkaitan antara bahasa dan berpikir
Berikut refleksi kelompok kami terhadap teori-teori tentang keterkaitan antara kegiatan berbahasa dan berfikir:
  1. Teori Wilhelmm von Humboldt
Beliau mengungkpkan tentang ketergantungan bahasa dan pikiran. struktur suatu bahasa menyatakan pemikiran penutur bahasa.
  1. Teori Sapir-Whorf
Beliau mengungkapkan bahwa bahasa dari masyarakat telah ‘mendirikan’ suatu dunia tersendiri untuk penutur bahasa. Setiap ‘perbuatan’ adalah karena sipat-sipat bahasa telah menggariskannya demikian.
  1. Teori Jean Piaget
Ia berpendapat bahwa pikiranlah yang membentuk bahasa. Tindakan (perilaku) terlebih dahulu baru kemudian bahasa.
  1. Teori L.S Vygotsky
Beliau menyatakan adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Bahasa dan pikiran awalnya terpisah kemudian bertemu.
  1. Teori Noam Chomsky
Hipotesis beliau adalah
·         Hipotesis Nurani         : Anak dibekali rumus-rumus struktur bahasa. Sttruktur bahasa dalam adalah nurani.
  1. Teori Eric Lenneberg
Teori kemampuan bahasa khusus: Manusia memiliki warisan biologi untuk berkomunikasi, tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran, namun pada kemudian hari juga dipengaruhi oloeh kemampuan kognitif nurani.
  1. Teori Bruner
Bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan atau menyempurnakan pemikiran itu. Bahasa membantu pemikiran manussia supaya dapat berfikir lebih sistematis.
  1. Kekontroversialan Hipotesis Sapir-Whorf
pendapat Kontroversial sapir-Whorf:
Jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan oleh (dipengaruhi) oleh struktur bahasanya.

            3.3.2    Simpulan Penelitian Keterkaitan antara Bahsa dan Berpkir
            Kelompok kami lebih condong pada teori Eric Lenberg. Benar adanya bahwa Allah SWT telah menganugerahkan “alat khusus almiah” bagi seorang anak untuk memperoleh bahasanya dan tidak tergantung penuh pada pemikirannya.
            Contoh kasus seorang anak 4 tahun (Fati Akhmad) mulai lancar berbicara walaupun secara akal (pemikiran) belum mencapai usia akhil baligh. Pada sisi lain, sedikit banyak aspek kognitif nurani mempengaruhi pemerolehan bahasa. Anak yang dibesarkan (diajarkan) dalam lingkungan yang menggunakan bahasa yang halus, misal dipedesaan, maka ia akan tumbuh dengan bahasa yang halus juga. Berbeda halnya dengan seorang anak yang hidup dengan suasana keterbahasaan yang kasar, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang berbahasa kasar.
            Pada intinya, setiap manusia mempunyai pola pikir yang berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu, tinggi rendahnya suatu pendidikan, dan juga faktor lingkungan jg (missal hidup di kota atau di desa).

3.3.3                             Simpulan Penelitian Keterkaitan antara Bahasa dan Kebudayaan
Antropolog menyatakan bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan, sementara ahli linguistic menyatakan bahwa kebudayaan adalah salah satu dimensi dari bahasa, karena itu kami menyimpulkan bahwa memang benar, bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan, contoh kasus di kecamaatan dayeuh luhur yang masuk wilayah jawa tengah berbahasa sunda,ternyata juga berbudaya sunda, padahal notabene sebagian besar penduduk jawa tengah berbahasa dan berbudaya jawa. Di dayeuh luhur budaya-budayanya serupa dengan kebudayaan sunda seperti tari jaipong,ronggeng,dll.
           




BAB IV
PENUTUP


4.1 Simpulan
    Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa dan pikiran memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi (resiprokal). Variabel berupa domain-domain kognitif dapat dipertimbangkan sebagai pendahulu perkembangan struktur bahasa pada awal tahap perkembangan anak. Namun demikian, ada proses tahapan produksi bahasa (production of language) mungkin lepas atau tidak tergantung pada domain kognitif yang lain. Sebagai bukti misalnya, beberapa individu yang memiliki gangguan keterbatasan bahasa memiliki anterior aphasics di dalam otaknya dengan performansi yang optimal.
        Teori-teori atau hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling bertentangan. Diantara teori atau hipotesis di atas barangkali hipotesis Sapir-Whorf-lah yang paling controversial. Hipotesis ini yang menyatakan bahwa jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya, namun hipotesis tersebut banyak menimbulkan kritik dan reksi hebat dari para ahli filsafat, linguistik, psikologi, psikolinguistik, sosiologi, antropologi dan lain-lain. Dan untuk menguji hipotesis Sapir-Whorf itu, Farb (1947) mengadakan penelitian.
        Para ahli menguraikan mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:
1. Bahasa mempengaruhi pikiran
2. Pikiran mempengaruhi bahasa
3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi.





DAFTAR PUSTAKA
                                                         
Chaer, Abdul. Psikolinguistik, Kajian Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta, 2009.
Chaer, abdul dan Leoni Agustina. Sosiolinguistik, Perkenalan awal. Jakarta. Rineka Cipta, 2007.
Arifudin,. Neuro Psiko linguistik. Jakarta. rajawali, 2010
http://www.pdfqueen.com/pdf/me/psikolinguistik
http://www.scribd.com/doc/3904183/teori-hubungan+bebahasa+berpikir+berbudaya
http://www.slideshare.net/awangga/psikolinguistik-untuk-s2r-ev2
http://lubisgrafura.wordpress.com/ Kekontroversian-Hipotesis-Sapir-Whorf
http://www.rachimuddin.com/search/contoh+penelitian+komparatif
http://202.91.15.14/upload/files/8991_01Metodologi.ppt
http://usupress.usu.ac.id/files/Psikolinguistik%20Bisnis%20Edisi%202_Normal_bab%201.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar