Menu

26.12.14

Nilai Etika dan Estetika






Nilai Etika dan Estetika


1.      Pengertian nilai menurut Djahiri, nilai (Value) adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori sehingga bermakna secara fungsional. Sedangkan Darajat, dkk memberikan pengertian bahwa nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran perasaan, keterikatan, maupun perilaku. Sejalan dengan pengertian Darajat, Una (dalam Thoha, 1996 : 60) menjelaskan bahwa nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berbeda dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Dari beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang abstrak yang berharga, bermakna dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku.

2.      Pengertian nilai etika dan nilai estetika.
·         Nilai etika adalah nilai yang mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak dengan mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu tingkah laku manusia.
·         Nilai estetika adalah nilai yang membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Nilai ini lebih cenderung digunakan pada aspek kesenian.

Nilai Etika dan Estetika
3.      Yang dimaksud dengan etika umum dan etika khusus yaitu.
·         Etika umum adalah etika yang membahas kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
·         Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

4.      Guru terikat oleh etika umum dan etika khusus, maksudnya adalah seorang guru terikat oleh aturan profesi dimana seorang guru bernaung yaitu etika profesi keguruan. Karena keterikatan itu seorang guru harus mampu menerapkan etika profesinya dalam kehidupan nyata tidah hanya mengerti dan memahami etika profesinya tersebut. Sehingga etika umum yang bersifat teoritis mampu selaras dengan etika khusus yang bersifat praktis.

5.      Tiga syarat etika, yaitu.
·         Mengerti tentang perbuatan baik-buruk
Perbuatan manusia dikerjakan dengan penuh pengertian tetang apa yang dikelakukannya. Contoh: orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.
·         Merasa bebas melakukan perbuatan baik-buruk
Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan (dalam keadaan terpaksa)maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
·         Disengaja/direncanakan untuk melakukan perbuatan baik-buruk 
Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatanmanusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja makaperbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.

6.      Ukuran baik-buruk menurut,
·         Lawrwnce Kohlberg
Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:
o   Tahap I – Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
o   Tahap 2 – Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional kita menemukan:
o   Tahap 3 – Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
o   Tahap 4 – Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:
o   Tahap 5 – Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesedaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
o   Tahap 6 – Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.
·         Agama Islam
Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk menurut norma agama lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan ukuran baik dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat, dan pandangan individu. Keempat ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu. Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, karena norma agama merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Suci. Disamping itu, ajaran Tuhan lebih bersifat universal, lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun kelompok. Khususnya agama islam, baik-buruk diatur sesuai Al-Quran dan Al-Hadits.

·         Filsafat Pancasila
Pancasila dipandang sebagai ukuran suatu perbuatan, apakah perbuatan itu baik atau buruk. Dalam Pancasila sudah tersusun mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, seperti mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan golongan (agama) ini dianggap baik.

7.      Saya akan memilih nilai agama. Karena ketika menelusuri dari aspek pembentukannya pun nilai ilmu, nilai filsafat, nilai budaya disusun oleh pikiran manusia yang nyatanya itu merupakan ciptaan Tuhan. Sedangkan nilai agama, diturunkan langsung oleh Tuhan berupa wahyu kepada manusia-manusia pilihanNya. Sehingga jika disimpulkan nilai agama adalah sumber dari segala sumber nilai yang pertanggungjawabannya langsung dengan Tuhan.

8.      Secara etimologi etika itu berasal dari bahasa Yunani "ethos" yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertitiktolak dari kata diatas , akhirnya etika berkembang menjadi studi kebiasaan manusia yang menggambarkan baik buruknya kepribadian seseorang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988) merumuskan pengertian etika dalam tiga arti, yaitu sebagai berikut :
  • Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral baik itu dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga maupun dalam lingkup bermasyarakat bahkan dalam berfrofesi sekalipun.
  • Kumpulan azaz atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau pribadi seseorang.
  • Nilai yang mengenal benar dan salah yang dianut masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu yang mempelajari kebiasaan manusia yang dilihat dari aspek baik-buruknya tingkah laku.

9.      Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen". Namun dalam perkembangannya profesi diartikan sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.

10.   Profesi keguruan adalah suatu bidang pengabdian / dedikasi kepada kepentingan anak didik dalam perkembangannya menuju kesempurnaan manusiawi.

11.  Etika profesi keguruan adalah aplikasi etika umum yang mengatur perilaku keguruan. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan profesi dalam perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum pendidikan dan prosedur kependidikan saja yang mendorong perilaku guru itu, tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.

12.  Biggs dan Blocher mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 
·         Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
·         Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. 
·         Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Dengan demikian, fungsi kode etik profesi keguruan yaitu,
·         Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
·         Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
·         Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
·         Penberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.

13.  Yang dimaksud dengan sertifikasi disini adalah standarisasi secara profesional bagi mereka yang kompeten di bidang pekerjaan masing-masing yang dikelola dan dibina oleh Organisasi Profesi bukan Pemerintah. Sertifikasi ini memenuhi persyaratan kualitas profesional yang sudah ditetapkan.

14.  Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian tujuan sertifikasi pendidik, yaitu.
·         Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan pendidikan nasional.
·         Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
·         Meningkatkan martabat guru
·         Meningkatkan profesionalitas guru

Demikianlah Nilai Etika dan Estetika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar