Menu

16.4.15

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK: KEEFEKTIFITASAN BAHASA LUGAS VS BAHASA KIAS DALAM PERKEMBANGAN BAHASA ANAK






MAKALAH PSIKOLINGUISTIK:
KEEFEKTIFITASAN BAHASA LUGAS VS BAHASA KIAS DALAM PERKEMBANGAN BAHASA ANAK


Mata Kuliah : Psikolinguistik


  Dosen : H.R. Herdiana, Drs.,M.M.


                                                                


Disusun Oleh :
Kelompok IX

Daryanto

Emmie Apriani

Ida Rosdiana

2F





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2011
   



Kata Pengantar

Hakikatnya bahasa adalah suatu system lambing bunyi yang bersifat arbiter. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi tersebut akan berjalan apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Dari unsur pembicara, penyimak, bahan pembicaraan dan pemahaman. Masyarakat kita mungkin dengan alasan beramah-tamah, kesopanan atau apapun itu cenderung tidak memperhatikan unsur-unsur tersebut, khususnya pemahaman atas bahasa yang digunakan dalam proses komunikasai tersebut. Terpaksa sebagai pendengar kita harus mencaritahu makna. Bahasa lugas dan bahasa kias yang kita pelajari harus efektif dalam penggunannya.

Dalam makalah “Keefektifitasan Bahasa Lugas Versus bahasa Kias dalam Perkembangan Bahasa Anak” ini sedikit banyak mampu memberi gambaran akan penggunaan bahasa dalam klehidupan sehari-hari.

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt, atas nikmat sehat yang diberikan sehingga penyusunan makalah ini tidak mendapat kendala berarti. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada R.Herdiana M, Pd. selaku dosen mata kuliah psikolinguistik atas bimbingannya. Semoga penyusunan makalah ini bermanfaat bagi penyusun maupun pembacanya.

                                                                                    Ciamis,            Juni 2011

Penyusun
   

i





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................... 1   

1.1  Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2  Rumusan Masalah........................................................................... 1

1.3  Tujuan ............................................................................................ 2

1.4  Manfaat ......................................................................................... 2

BAB II LANDASAN TEORITIS............................................. 3

BAB III PEMBAHASAN......................................................... 12

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 26

4.1 Saran............................................................................................... 26

4.2 Simpulan......................................................................................... 26

Daftar Pustaka......................................................................... 29





BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Setiap manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui bahasa tangis. Melatih bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas, misalnya dengan orang di sekitar lingkungannya dan berkembang dengan orang lain yang baru dikenal dan bersahabat dengannya.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian bahasa dan berbicara. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi tersebut akan berjalan apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Dari unsur pembicara, penyimak, bahan pembicaraan dan pemahaman. Masyarakat kita mungkin dengan alasan beramah-tamah, kesopanan atau apapun itu cenderung tidak memperhatikan unsur-unsur tersebut, khususnya pemahaman atas bahasa yang digunakan dalam proses komunikasai tersebut. Terpaksa sebagai pendengar kita harus mencaritahu maknanya.Sedangkan bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan paling penting serta paling banyak dipergunakan.

Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkernbangan tersebut, sebab pada masa ini, sangat menentukan proses belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi contoh yang baik, memberikan motivasi pada anak untuk belajar dan sebagainya. Orang tua sangat bertanggung jawab atas kesuksesan belajar anak dan seyogianya selalu berusaha meningkatkan potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal. Pada gilirannya anak akan dapat berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia karena dengan mulai berkomunikasi dengan lingkungan, bersedia memberi dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

Lalu bagaimana jika hal tersebut terjadi dalam proses komunikasi dengan anak yang cenderung polos dan mudah merekam apapun yang orang sekitar lakukan. Bahasa seperti apakah yang tepat kita pergunakan dalam berkomunikasi dengan anak? Bahasa lugas? Bahasa kias? 


1.2  Rumusan Masalah

Dari latar belakang penulisan makalah ini, dapat dirumuskan masalah yang akan dijabarkan dalam makalah ini.

1.      Apakah bahasa itu?

2.      Apakah yang dimaksud dengan bahasa lugas dan kias?

3.      Bagaimana proses anak mendapatkan bahasa?

4.      Apa hubungan bahasa dengan perkembangan anak?

5.      Bagaimana efektifitas penggunaan bahasa lugas dan bahasa kias dalam perkembangan bahasa anak?


1.3  Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang cakupan psikolinguistik. Tidak hanya itu, makalah ini juga sebagai pengantar mahasiswa mengenal karya ilmiah untuk menghadapi skripsi. Yang terpenting adalah mahasiswa memahami bahasan yang mereka paparkan.


1.4  Manfaat

Dari penyusunan makalah dan penelitian yang dilakukan, mahasiswa dapat lebih mengerti cakupan psikolinguistik. Disamping itu mahasiswa mampu mengaplikasikan bahasa terhadap anak sesuai hasil penelitian.




BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian Efektifitas

Secara etimologi efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur.1 Efektivitas menunjukan tingkat tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti, misalnya usaha X adalah 60% efektif dalam mencapai tujuan Y.2

Di dalam kamus bahasa Indonesia Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efektif, pengaruh atau akibat, atau efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan.3 Dari uraian diatas dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai.

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :

“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.

Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut :

“ Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”.

Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah :

“ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1

Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.

Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai.

Pengertian Efektivitas. Proses belajar mengajar yang dikembangkan di sekolah dasar dan sekolah menengah harus mempunyai target dalam penyampaian materi pelajaran yang dilakukan oleh masing-masing guru mata pelajaran, dimana harus berdasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat ini, karena kurikulum saat ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kurikulum zaman dulu. Bahan mata pelajaran banyak sekali yang masuk dalam sebuah kurikulum, tentunya semua mata pelajaran tersebut harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari yang efektif, tapi materi pelajaran yang ada di kurikulum lebih banyak dari waktu yang tersedia. Ini sangat ironis karena semua mata pelajaran dituntut untuk bisa mencapai target yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.

2.2 Bahasa

Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi tersebut akan berjalan apabila unsur-unsurnya terpenuhi.

       2.1.1 Struktur Bahasa

Struktu bahasa adalah suatau sistem dimana unsur-unsur bahasa diatur dan dihubungkan satu dengan yang lain (Bloom dan Lahey, 1978, hlm. 132). Dalam menghubungkan unsur-unsur tersebut dikenakan peraturan tertentu, yaitu tatabahasa sedemikian rupa sehungga hubungan tersebut sistematis. Unsur-unsur yang dihubungkan terdiri dari isi bahasa dan bntuk bahasa. Isi bahasa adalah apa yang menjadi bahan pembicaraan orang dan umumnya mengenai obyek-obyek dan kejadian-kejadian. Dengan kata lain, konsep tentang obyek dan hubungan antara konsep-konsep yangsering juga disebut katagori non linguisti, sedangkan bentuk bahasa disebut katagori linguistik dimana yunit linguistik seperti kata-kata dari kalimat dapat berfungsi dalam penggunaan bahasa. Jadi menyangkut urutan kata dalam kalimat, peraturan kata-kata dalam satu kalimat, penyusunan kata, dan bagaimana caranya kata-kata bahasa itu diucapkan serta bagaimana bunyi-bunyi itu dihubung-hubungkan menjadi suatu kata.

2.1.2  Fungsi bahasa

Fungsi bahasa adalah alasan-alasan mengapa seseroang berbicara. Fungsi bahasa pada umumnya mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan. Ada dua macam fungsi bahasa, yaitu:

·           Fungsi bahasa yang bersifat intrapersonal (mathetik)

Yaitu penggunaan bahasa untuk memecahkan persoalan (problem solving ), mengambil keputusan ( decision making ), berbifir, mengingat dan sebagainya.

·           Fungsi bahasa yang bersifat interpersonal ( progmatik ) yaitu yang menunjukkan adanya suatu pesan atau keinginan penutur (message).

Biasanya diungkapkan dalam bentuk kalimat perintah, kalimat tanya dan kalimat berita.

Fungsi bahasa yang paling utama sejak seseorang belajar bahasa untuk komunikasi. Komunikasi dengan bahasa diadakan melalui dua macam aktifitas manusia yang mendasar, yaitu dengan berbicara dan mendengarkan (Clark & Clark, 1977).



2.3  Bahasa Lugas

Artinya, kata dan kalimat yang digunakan sederhana, tanpa basa-basi, tidak mengandung makna ganda, dan tidak memberi kemungkinan salah tafsir.

Lugas berarti bahasa yang digunakan tidak menimbulkan tafsir ganda. Bentuk dan pilihan kata serta susunan kalimatnya hanya memungkinkan satu pilihan tafsiran, yaitu tafsiran yang sesuai dengan maksud penulis.

2.4 Bahasa Kias

Secara tradisional, misalnya dalam wawasan Aristoteles, bahasa kias diartikan sebagai penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan perban-dingan ataupun analogi semantis yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan atau analogi tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam meng-gambarkan citraan maupun gagasan baru.

Bahasa kias, menurut Aminuddin (1995:234), umumnya terkait dengan (1) perbandingan atau penghu-bungan ciri dunia acuan berdasarkan tanggapan terhadap pengamatan realitas secara natural; (2) kesejajaran, hubungan secara tetap, maupun percampuran ciri dunia acuan secara tetap; (3) penggarapan medan ciri semantis kata-kata yang pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari persepsi terhadap objek yang diacu kata-kata tersebut; dan (4) dunia pengalaman maupun konteks sosial budaya pembentuknya. Sebagai fakta penggunaan bahasa, bahasa kias tidak terwujud dalam bentuk siap pakai melainkan terbentuk melalui proses kreatif pemakainya. Proses kreatif tersebut secara esensial terkait dengan kreasi dalam membentuk gagasan, menghubungkan gagasan dengan kata-kata dan kongkretum yang dicitrakannya maupun potensi citraan itu dalam menuansakan pengertian-pengertian tertentu.

Berbeda dengan penggunaan bahasa kias dalam komunikasi sehari-hari yang sudah menjadi milik umum, bahasa kias dalam wacana puisi merupakan bahasa kias yang bersifat personal. Meskipun bersifat personal, penelusuran pemahaman bahasa kias dalam wacana puisi pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan penelusuran pema-haman bahasa kias yang umum. Hal itu disebabkan oleh karena bahasa kias dalam wacana puisi tentu merupakan kreasi batiniah penyair yang berhubungan dengan penuansaan gagasan, pencitraan, pengalaman kultural, dan konteks kewacanaannya.

Bahasa kias dapat dibedakan menjadi tiga, yakni (1) metaforik, (2) metonimik, dan (3) ironik. Pertama, kiasan metaforik, yakni kiasan yang bertumpu pada adanya kesejajaran ciri citraan antara analogon dengan sesuatu yang dianalogikan. Kedua kiasan yang metonimik, yakni kiasan yang didasarkan pada hubungan eksternal antara kata yang digantikan dengan yang menggantikan secara tetap. Kesejajaran pada perbandingan yang metaforik merujuk pada kesejajaran persepsi suatu realitas. Sedangkan hubungan eksternal yang bersifat tetap merujuk pada hubungan antara dua kata yang ditinjau dari ciri semantisnya secara asosiatif memiliki hubungan semantis secara tetap.

Bahasa kias secara esensial berhubungan dengan (1) perbandingan maupun penghubungan ciri dunia acuan berdasarkan tanggapan terhadap hasil maupun peng-hubungan ciri realitas natural; (2) kesejajaran, hubungan secara tetap maupun percampuran ciri dunia acuan secara tetap; (3) penggarapan medan ciri semantis kata-kata yang pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari persepsi terhadap objek yang diacu oleh kata-kata; (4) dunia pengalaman maupun konteks sosial budaya pembentuk-nya. Sebagai fakta penggunaan bahasa, bahasa kias tidak terwujud dalam bentuk siap pakai melainkan secara esensial terkait dengan kreasi pembentuknya.


2.4 Perkembangan Bahasa Anak

Minat terhadap bahasa anak mulai timbul pada dekade pertama abad ke-20 yang dipelopori oleh ilmuan di bidang psikologi ataupun padagogi antara lain, W. Stren, W. Peyer dan G. Stump. Pada umumnya, mereka mempelajari buku harian anak-anak mereka, kemudian membandingkan hasilnya. Timbulah argumen mengenai pemerolehan bahasa pada anak, yang memepertanyakan apakah pemerolehan bahasa pada anak-anak semata-mata merupakan hasil imitasi  terhadap lingkungannya atau karena kreativitas anak yang timbul secara spontan. Akhirnya, juga dibahas interaksi antara kedua konsep tersebut (bawaan dan lingkungan).

Penelitian pada waktu itu lebih menitikberatkan pada urutan kata (word order) yang dipakai anak-anak, kesalahan anak dalam pemakaian dan pengucapannya dan kurang mencari sistematika kesalahan-kesalahan atau kurang berusaha untuk menjelaskan sebab-sebab kesalahan tersebut.

Karya R. Jacobson (1941) dapat dianggap sebagai suatu revolusi di bidang studi bahasa anak karena untuk pertama kalinya ia menunjukan bahwa kesalahan-kesalahan dalam pengucapan bahasa oleh anak-anak bukan karena kesalahan meniru, melainkan anak-anak mempunyai aturan atau sistem sendiri dalam berbahasa yang berbeda dengan sistem sendiri dalam berbahasa yang berbeda denga sistem orang dewasa.

Pada periode sesudah tahun 1960 terjadi perubahang cukup berarti. Dimulai sejak munculnya Chomsky, seorang linguis dengan teori barunya yaitu Transformational Generatif Grammar (Tata Bahasa Transformasi Generatif) pada tahun 1957. Diamping itu, karena kemajuan dalam bidang teknologi seperti, tape recorder, alat video, perhatian terhadap perkembangan bahasa anak semakin meningkat. Dengan suatu alat, alat bahasa anak dapat diselidik, dengan merekam dan kemudian menganalisanya. Tokoh-tokoh yang banyak melakukan penyelidikan berkaitan dengan hal tersebut antara lain W. Miller (1964), P. Menyuk (1963), R. Brown (1964) dan Braein (1963).

Dari hasil penelitian para tokoh ahli, untuk pertama kalinya aspek sintaksis dari bahasa anak diuraikan dengan sistematis dalam bentuk “tatabahasa” anak yang dinamaka Pivot Grammars.

Dalam bidang psikologi periode ini, pendekatan behavioristik sedang sangat populer, sehingga tokoh aliran behavioristik, B. Skinner, mencoba menerangkan perolehan bahasa pada anak-anak dengan prinsip-prinsip operant learning. Ia menganggap bahwa pemerolehan melalui conditioning merupakan hasil dari penggaruh lingkungan. Jadi, aliran ini menekankan pentingnya lingkungan dalam proses perolehan bahasa, sedangkan TGG dari Chomsky menekankan pentingnya faktor dalam diri si anak yang disebut the creative language capacity of child. Sesungguhnya teori chomsky muncul sebagai reaksi terhadap teori skinner tentang perolehan bahasa.

Antara tahun 1960-an hingga 1970-an muncu aliran baru yang menekankan pentingnya faktor biologi sebagai dasar pemerolehan bahasa, tetapi teori ini tidak menjadi populer.

Sesudah tahun 1970, studi tentang sintaksis pada bahasa anak diperluas. Yaitu dengan diadakannya studi-studi lintas budaya untuk mencari kemungkinan adanya faktor universalitas dalam proses pemerolehan bahasa pada anak di seluruh dunia an melihat persamaan serta perbedaan dalam perkembangan sintaksis bahasa anak pada bahasa-bahasa lain yang bukan bahasa inggris. Aspek semantik juga mulai menjadi perhatian sjalan dengan munculnya teori kognitif dari J. Piege yang beranggapan bahwa dalam perkembangan seorang anak harus pula diperhatikan termasuk perkembangan kognisinya.



BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Bahasa Anak

Bahasa adalah segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karena itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai srat anak mengucapkan kata kata yang pertama. Yang merupakan saat paling menakjubkan bagi orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:

3.1.1         Periode Prelinguistik (0-1 tahun)

Disebut periode prelingual karena anak belum dapat mengucapkan “bahasa ucap” seperti  yang diucapkan orang dewasa, dalam artibelum mengikuti aturan-aturan bahasa yang berlaku. Pada periode ini, anak mempunyai bahas sendiri, misal mengoceh sebagai ganti komunikasi dengan orang lain.

3.1.2         Periode Linguistik (1-5 tahun)

3.1.2.1   Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kornpleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bagi anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kita tahu dalam konteks apa kata tersebut diucapkan, sambil mengamati mimik (raut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.



3.1.3         Fase lebih dari satu kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan untuk dirinya sendiri. Mulailah mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.


3.1.4         Fase ketiga adalah fase diferensiasi

Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberi tahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.


a.         Bahasa Tubuh

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa salah satu jenis bahasa adalah bahasa tubuh. Bahasa tubuh adalah cara seseorang berkomunikasi dengan mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu melalui gerak isyarat, ekspresi wajah, sikap tubuh, langkah serta gaya tersebut pada umumnya disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh sering kali dilakukan tanpa disadari. Sebagaimana fungsi bahasa Iain, bahasa tubuh juga merupakan ungkapan komunikasi anak yang paling nyata, karena merupakan ekspresi perasaan serta keinginan mereka terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua (ayah dan ibu) saudara dan orang lain yang dapat memenuhi atau mengerti akan pikiran anak. Melalui bahasa tubuh anak, orang tua dapat mempelajari apakah anaknya menangis karena lapar, sakit, kesepian atau bosan pada waktu tertentu.

b.        Bicara

Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi sering kali menyadari bahwa dengan mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi kebutuhannya. Namun hal tersebut kurang mengerti apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena itu baik bayi maupun anak kecil selalu berusaha agar orang lain mengerti maksudnya. Hal ini yang mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain yang dipakai anak sebelum pandai berbicara. Oleh karena bagi anak bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga berfungsi untuk mencapai tujuannya, misalnya:

1.     Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan

Dengan berbicara anak mudah untuk menjelaskan kebutuhan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan demikian kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya tidak mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.

2.     Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain

Pada umumnya setiap anak merasa senang menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak berpendapat bahwa perhatian orang lain terhadapnya mudah diperoleh melalui berbagai pertanyaan yang diajukan kepada orang tua misalnya apabila anak dilarang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu berbicara juga dapat untuk menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk akal-bagi orang tua, dan bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara anak dapat mendominasi situasi “sehingga terdapat komunikasi yang baik antara anak dengan teman bicaranya.

3.              Sebagai alat untuk membina hubungan sosial

Kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di lingkungannya. Dengan keterampilan berkomunikasi anak-anak lebih mudah diterima oleh kelompok sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mendapat peran sebagai pemimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.


4.              Scbagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri

Dari pernyataan orang lain anak dapat mengetahui bagaimana perasaan dan pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang telah dikatakannya. Di samping anak juga mendapat kesan bagaimana lingkungan menilai dirinya. Dengan kata lain anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain.

5.              Untuk dapat mempengaruhi pikiran dan peiasaan orang lain

Anak yang suka,berkomentar, menyakiti atau mengucapkan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain dapat menyebabkan anak tidak populer atau tidak disenangi lingkungannya. Sebaliknya bagi anak yang suka mengucapkan kata-kata yang menyenangkan dapat merupakan medal utama .bagi anak agar diterima dan mendapat simpat dari lingkungannya.

6.              Untuk mempengaruhi perilaku orang lain

Dengan kemampuan berbicara dengan baik dan penuh rasa percaya diri anak dapat mempengaruhi orang lain atau teman sebaya yang berperilaku kurang baik menjadi teman yang bersopan santun. Kemampuan dan keterampilan berbicara dengan baik juga dapat merupakan modal utama bagi anak untuk menjadi pemimpin di lingkungan karena teman sebayanya menaruh kepercayaan dan simpatik kepadanya.


c.         Potensi Anak Berbicara Didukung oleh Beberapa Hal

1.              Kematangan alat berbicara

Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah sempirpa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik scbagai permulaan berbicara.

2.             Kesiapan berbicara

Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhnya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.

3.                  Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak

Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor film yang bicaranya jelas dan berarti. Anak akan mengalami kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model sebagaimana disebutkan diatas. Dengan scndirinya potcnsi anak tidak dapat berkcmbang scbagaimana mcstinya.

4.              Kesempatan berlatih


Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.


5.             Motivasi untuk belajar dan berlalih

Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. O’-ang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.

6.             Bimbingan

Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau mcmbetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.

d.             Gangguan dalam Perkembangan Berbicara

Di samping berbapai faktor tersebut terdapat beberapa gangguan yang harus diatasi oleh anak dalam rangka belajar berbicara.Perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali dialami oleh anak, antara lain:

1.             Anak cengeng

Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota kcluarga lain. Sedangkan rcaksi sosial tcrhadap tangisan anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu pcranan orang tua sangat penting untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang cfcktif bagi anak.

2.                  Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain

Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbendaharaan kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang mcnggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicara.


Kemajuan mencapai kesanggupan berbicara harus melalui latihan-latihan yang tidak ringan, menghendaki kesempatan yang cukup dan melalui taraf-taraf yang telah tertentu walaupun dalamnya dijumpai perbedaan-perbedaan individual. Jadi jangan lekas-lekas memprotes jika menjumpai sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang kita lihat.

Perkembangan bahasa di tingkat permulaan ini dapat dianggap semacam persiapan berbicara. Pada bulan pertama, bayi hanya akan pandai menangis. Dalam hal ini tangis dianggapa sebagai pernyataan rasa tak senang. Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda mneurut maksud yang hendak dinyatakan. Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi yang banyak ragamnya. Tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti, hanya untuk melatih pernapasan dan alat-alat bicara saja. Menjelang usia pertengahan di tahun pertama, ia meniru suara-suara yang didengarnya, kemudian mengulangi suara itu, tetapi bukan karena ia sudah mengerti apa yang dikatakan padanya. Kita melihat ada sesuatu  yang ganjil dalam perkembangan bahasa ini, setelah anak memperlihatkan beberapa kemajuan, perkembanagan bahasa itu seakan-akan terhenti di pandai berjalan. Jika nanti sudah pandai berjalan, barulah ia memasuki tingkat perkembanagan bahasa yang sebenarnya.

Di tingkat permulaan tidak ada perbeedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang biasa. Anak yang tuli juga merasakan perasaan senangnya dengan berbagai macam suara raban, tetapi tingkat perkembnagan bahasa selanjutnya tidak terdapat pada dirinya. Ia tidak mengulangi suara-suara rabannya dan suara orang lain. Jika ia nanti sudah besar, ia akan manjadi bisu.


3.2      Keefetifitasan Bahasa Kias Versus Bahasa Lugas

 Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi tersebut akan berjalan apabila unsur-unsurnya terpenuhi.

Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat mempengaruhi dalam menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak.

Dari penelitian yang dilakukan di SD Negeri 3 Cintajaya, kecamatan Lakbok kabupaten Ciamis dan MI Tambakreja kecamatan Lakbok kabupaten Ciamis, pemakaian bahasa Indonesia belum mrnggunakan stuktur yang sesuai. Dalam proses pembelajaran di kelas, kerap kali seorang guru menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ketimbang menggunakan bahasa Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada anak didiknya. Hal ini ditujukan agar para siswa memahami apa yang disampaikan. Sehinggga kelugasan yang terjadi pun merupakan kelugasan dalam bahasa daerah bukan bahasa Indonesia. Memang menurut Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah. Namun pemberian pemantapan dengan bahasa yang berbeda cenderung merusak stuktur salah satu bahasa. Kosa kata yang dituturkan anak pun akan cenderung jalan ditempat. Padahal dalam teori yang disampaikan Froebel ( Masnipal M, 2003 : 5 ) mengemukakan bahwa : “ Masa kanak-kanak sebagai masa yang sangat fundamental bagi perkembangan individu, masa emas ini ( golden age ) merupakan peluang yang sangat besar bagi pembentukan kepribadian seseorang”. Dan M. Solehuddin , 1997 : 40  menyatakan masa kanak-kanak ditandai dengan rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Ia akan banyak memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri.

Teori Constructive oleh Piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.

Dari beberapa teori diatas nyata bahwa masa produktif anak harus dioptimalkan dengan benar agar perkembangannya khususnya di dibidang bahasa mampu mencapai indikator yang memang harus anak peroleh.

Untuk bahasa kias, para guru menyatakan bahwa sebagian besar dari murid belum memahami bahasa kias. Di lapangan bahasa kias baru dipelajari oleh anak di kelas 4 SD atau kisaran umur 9-10 tahun. Tingkat pemahamannya pun masih minim. Yayat Supriyatna S.Pdi, guru kelas 4 SD Negeri 3 Cintajaya dan Akhmad Marjuki, S.Pdi guru kelas 5 MI tambakreja kecamatan Lakbok kabupaten Ciamis menuturkan hal yang sama bahwa dalam penggunaannya, bahasa kias hanya terdapat dalam proses pembelajaran. Pemahaman siswapun harus benar-benar digiring dengan pendeskrisisn yang detail untuk menggambarkan apa yang dimaksu. Penjelasan dengan menggunakan bahasa lugas seringkali harus dibumbui oleh bahasa daerah. Memang dalam pembelajaran bahasa kias anak-anak memiliki antusias yang tinggi sesuai dengan fasenya yaitu fase ingin tahu, namun penggunaan bahasa daerah kerap kali merancukan maksud awal dari bahasa kias yang disampaikan.

Melihat kenyataannya, pembelajaran bahasa kias pada masa produktif anak harus menggunakan metode yang menarik. Permainan yang dapat mendukung terciptanya rangsangan pada anak dalam berbahasa antara lain alat peraga berupa gambar yang terdapat pada buku atau poster, mendengarkan lagu atau nyanyian, menonton film atau mendengarkan suara kaset, membaca cerita (story reading/story telling) ataupun mendongeng. Semua aktivitas yang dapat merangsang kemampuan anak dalam berbahasa dapat diciptakan sendiri oleh pendidik. Pendidik dapat berimprovisasi dan mengembangkan sendiri dengan cara menerapkannya kepada anak sesuai dengan kondisi dan lingkungannya. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak seperti:

1)      Permainan ”Pilih Satu Benda”, dilakukan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok mendapatkan 10 macam benda. Anak kemudian diminta untuk memilih 5 dari 10 benda tersebut. Anak bisa memikirkan mana benda-benda yang lebih penting. Setelah beberapa saat, anak diminta untuk memilih 3 dari 5 benda tadi, akhirnya diminta memilih 1 benda saja. Kemudian setiap kelompok diminta berbicara untuk memberikan alasan mengapa mereka memilih benda tersebut. Tujuan permainan tersebut adalah melatih ketrampilan berbicara.

2)      Permainan “Menebak Suara Binatang”, dilakukan dengan memberikan tulisan/gambar kepada setiap anak dan tidak boleh dibuka sebelum diperintahkan tutor. Kemudian setiap anak harus bersuara seperti binatang yang ada di dalam kertas yang diperolehnya (anak tidak boleh berbicara, hanya bersuara saja) dan mencari pasangan suara yang sama. ”Siapa yang tidak mendapatkan pasangan ? Tebak nama binatang itu !”. Tujuannya adalah membaca kata sederhana tentang nama binatang dan mengenali bunyi.

3)      Permainan ”Moving family”, dilakukan dengan memposisikan anak-anak duduk dalam sebuah lingkaran lalu memberikan mereka potongan kertas bertuliskan ayah, ibu, kakak, adik. Kemudian pendidik menyebutkan tulisan itu, misalnya ”ayah”, maka anak yang membawa tulisan ayah dapat berdiri. Ketika pendidik mengucapkan ”ibu”, maka anak yang membawa tulisan ibu berdiri, dan ketika pendidik menyebutkan ”keluarga”, maka semua anak baik yang memegang tulisan ”ayah”, ”ibu”, ”anak” berdiri berdekatan. Tujuan permainan ini adalah mengenalkan tulisan untuk dibaca, mendengarkan bunyi.

4)      Permainan ”Memancing Kata”: Anak memancing kartu kata. Kata yang didapat anak kemudian dituliskan dalam secarik kertas. Tujuan : mengenalkan anak pada huruf-huruf, melatih anak untuk menulis kata.

5)      Permainan ”Menyeberang Sungai”: Dua anak diminta memegang ujung-ujung tali, kemudian menggerak-gerakkan tali itu di lantai. Sementara itu anak-anak lain bertanya,”Buaya, buaya, bolehkah aku menyeberang sungaimu ? Anak yang memegang tali bisa menjawab dengan mengajukan syarat tertentu bagi anak yang ingin menyeberang. Misalnya,” Ya boleh, jika kamu mengenakan kaos berwarna putih”. Maka anak yang berkaos putih dapat segera melompati tali yang digoyang-goyang. Demikian berulang-ulang dengan persyaratan yang diajukan oleh pemegang tali berbeda-beda. Tujuannya: mengembangkan kemampuan berbahasa anak.

6)      Permainan ”Cerita Yang Diperagakan”: Pendidik dan anak menyusun suatu kesepakatan, bahwa pendidik akan membacakan cerita, dan jika menyebutkan kata-kata tertentu, maka anak telah sepakat untuk membentuk gerakannya.

Gua : mencari pasangan dan bergandengan berdua ditambah 1 anak lain di tengah

Naga : bergandengan tangan membentuk mulut naga

Api : semua peserta boleh berganti peran

Pohon : berdiri tegak tidak boleh bergerak seperti pohon.

Setelah itu pendidik mulai bercerita, dan setiap kata-kata ”naga”, ”gua”, ”api”, dan ”pohon” muncul, maka anak menunjukkan gerakan yang telah disepakati.

Tujuan : keterampilan mendengarkan, menambah kosa kata.

7)      Permainan ”Menulis Dengan Badan”: Anak diminta membayangkan bahwa tubuhnya sebagai pensil, sehingga anak dapat menulis huruf menggunakan badannya. Anak bergerak sesuai bentuk huruf. Anak yang lain diminta menebak. Kegiatan ini dapat dikembangkan dengan kata dalam beberapa huruf, misalnya : madu, dsb. Tujuan : melatih menulis dan membaca huruf.

Contoh aktivitas permainan di atas dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak, pendidik perlu menyesuaikan kegiatan dengan perkembangan kemampuan anak dan dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.



BAB IV

PENUTUP

4.1 Saran

Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat mempengaruhi dalam menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak.


4.2 Simpulan

Hakikatnya bahasa adalah suatu system lambing bunyi yang bersifat arbiter. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi tersebut akan berjalan apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Dari unsur pembicara, penyimak, bahan pembicaraan dan pemahaman. Masyarakat kita mungkin dengan alasan beramah-tamah, kesopanan atau apapun itu cenderung tidak memperhatikan unsur-unsur tersebut, khususnya pemahaman atas bahasa yang digunakan dalam proses komunikasai tersebut. Terpaksa sebagai pendengar kita harus mencaritahu makna.

Penggunaan bahasa lugas dan kias dalam kehidupan sering kali menjadi sebuah keharusan. Perkembangan jaman yang menuntut manusia kreatif dan berwawasan tinggi menberikan efek terhadap perkembangan bahasa. Bahasa lugas yaitu  kata dan kalimat yang digunakan sederhana, tanpa basa-basi, tidak mengandung makna ganda, dan tidak memberi kemungkinan salah tafsir. Dapat juga diartikan  bahasa yang digunakan tidak menimbulkan tafsir ganda. Bentuk dan pilihan kata serta susunan kalimatnya hanya memungkinkan satu pilihan tafsiran, yaitu tafsiran yang sesuai dengan maksud penulis. Sedangkan bahasa kias, secara tradisional, misalnya dalam wawasan Aristoteles, bahasa kias diartikan sebagai penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan perban-dingan ataupun analogi semantis yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan atau analogi tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam meng-gambarkan citraan maupun gagasan baru.

Dalam hal pemerolehan bahasa terdapat beberapa pandangan. Pandangan Empiris Murni menitik beratkan pada language is function of reinforcement yang menyatakan bahwa, anak mula-mula merupakan suatu tabula rasa. Kata-kata yang didengarkannya disimpan di dalam ingatan melalui asosiasi. Kemudian dalam observasinya sehari-hari terhadap lingkungannya, ia melihat adanya suatu hubungan antara entity (kombinasi antara objek dengan person)denganaksi tertentu. Lama-kelamaan terjadi asosiasi yang kuat antara keduanya dan asosiasi tersebut disimpannya dalam ingatan (memory). Makin banyak rangsang bahasa yang diterimanyadari lingkungan makin banyak asosiasi yang terjadi dan disimpan dalam ingatan. Pandangan Aliran Rasional Murni berpendapat bahwapemerolehan bahasa tidak diperoleh dengan cara induksi seperti diterangkan oleh aliran empiri, melainkan karena manusia secara biologis memang sudah diprogramkan untuk memperoleh bahasa. Yang terbaru adalah Analisis Strategi, inti dari pendekatan baru ini adalah suatu model kognitif untuk bahasa yang mencoba menjelaskan bagaimana bahasa itu diproses secara kognitif dan bagaimana manifestasinya dalam tingkah laku (Laughlin, 1978). Model ini berusaha menghubungkan segi performance dan segi competence, hal mana belum diungkapkan hubungannya oleh kedua pendekatan yang terdahulu.

Dari data yang diperoleh, keefektifitasan penggunaan bahasa lugas maupun bahasa kias tergantung dari daerah mana hal tersebut diaplikasikan. Karena dilihat dari penelitian didaerah Lakbok, kelugasan bahasa Indonesia masih dicampuri dengan bahasa daerah. Tingkat keterpakainya pun tergantung dari lingkungan. Keefektifitasan bahas lugas dan kias di tingkat daerah tentu akan berbeda dengan keefektifitasan bahasa lugas dan bahasa kias di tingkat kota. Sesuai dengan Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit.



Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

L, Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remadja Karya. 1986.

Mar’at, Samsunuwiyati. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama. 2009.

http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/

http://starawaji.wordpress.com/2009/05/01/pengertian-efektivitas

http://kafegue.com/pengertian-lugas-dan-jelas-dalam-ragam-bahasa-ilmiah/

http://belajarprestasi.blogspot.com/2009/04/pengertian-makna-denotatif-konotatif.html

http://tamanpendidikandimasar.blogspot.com/2011/02/bahasa-kias-dalam-puisi.html

http://tamanpendidikandimasar.blogspot.com/2011/02/bahasa-kias-dalam-puisi.html

http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=73&dir=1&idStatus=0

http://massofa.wordpress.com/2008/04/29/perkembangan-bahasa-anak/

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK:
KEEFEKTIFITASAN BAHASA LUGAS VS BAHASA KIAS DALAM PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
   

1 komentar: