Menu

5.2.15

Suka Duka Menjadi Guru (Bahasa Indonesia)

Suka Duka Menjadi Guru (Bahasa Indonesia)

Suka Duka Menjadi Guru Bahasa Indonesia

Menjadi guru tentu seperti  profesi lainnya memiliki keunikan dan suka duka.

Keunikan yang selama ini dialami, dengan menjadi guru kita bisa mengawasi keadaan dan kepribadian murid. Mengawasi perkembangan mereka dari hari ke hari. Setiap murid adalah unik. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikut adalah hasil pengamatan yang saya lakukan.

1.       Berdasar sharing teman juga, beliau mengajar SD, SMP, dan SMA. Menurutnya yang paling “susah” itu anak SMP. Sudah dari kacamata bahwa mereka sulit diatur. Kalau anak SD walaupun kadang nakal dan ngeyel, kalau sudah ditegaskan biasanya nurut. Kalau anak SMA umumnya sudah dewasa, disindir saja sudah mengerti. Lha kalau anak SMP diberi ketegasan, tetap aja ngeyel. Disindir, nggak tersindir.
Maklum saja mereka sedang berada di masa pertengahan, peralihan dari kanak-kanak ke muda. Sikapnya ingin diperhatikan, mencuri pandangan.

2.       Benar adanya peribahasa “tong kosong nyaring bunyinya” atau “air beriak tanpa tak dalam’. Pada beberapa kasus saya menemukannya sendiri, ada anak yang kalau komplain, protes, ngeyel, berbual nomor satu. Eh pas giliran maju untuk mempresentasikan sesuatu ia malah plonga-plongo. Tertawa sendiri tidak jelas. Hobinya mencela dan mengina orang lain, eh dianya sendiri nyatanya tidak bisa. Benar kata orang bijak, orang banyak bicara itu sejatinya untuk menutupi kekurangannya.

3.       Pernah ada anak yang minta maaf karena pernah membantah. Ups.... Bangga juga, ada siswa yang berani ngaku seperti itu. Padahal sih sudah dimaafkan juga.

4.       Guru juga nyatanya adalah manusia biasa yang bisa salah. Termasuk saya ketika membelajarkan sesuatu. Dulu pernah bilang ke murid: pribahasa, padahal yang baku peribahasa. Pernah juga salah, harusnya titik, eh enggak titik.

5.       Kesenangan guru lainnya adalah makala melihat anak didinya sukses. Minimal kalaupun belum dapat kerja ia bisa melanjutkan sekolah ke tingkatan yang lebih tinggi. Senangnya lagi kalau dia masih sopan, patuh, dan hormat pada kita sebagai gurunya dulu.

6. Menjadi guru adalah profesi mulia, mengajarkan sesuatu yang mulia juga, yakni ilmu. Dalam hadits ditegaskan, man aroda dunya faalaihi bililmi, man arodal akhirota faalaihi bililmi, wa man aroda huma faalihi bililmi. Sesiap yang ingin dunia, maka kuncinya ilmu, siapa yang ingin akhirat, kucinya ilmu, dan siapa yang ingin keduanya, maka dengan ilmu juga. Tugas mulia ini semestinya dikerjakan sepenuh hati. Bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa.

7. Seperti yang terurai di atas, menjadi guru adalah profesi mulia. Jika ikhlas, ia bisa menjadi investasi besar dunia akhirat. Mesti begitu, guru juga adalah manusia yang perlu makan, dan hal duniawi lainnya. Karena itu, wajar saja kalau mereka juga memikirkan kesejahteraan. Apalagi jika ia sudah berkeluarga. Mau dikasih makan apa anak istrinya. Kesejahteraan guru sejatinya adalah hal krusial yang harus ditangani serius. Masih banyak guru yang jauh dari kata sejahtera.

      Bersambung Suka Duka Menjadi Guru (Bahasa Indonesia)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar