Drama Monolog: Pengacara
Cendikia
Prito
Windiarto
Di siang nan terik,
sumpek. Seorang lelaki menjelang usia 25 kusut berjalan. Mukannya
keruh. Ini perusahaan ke-15 yang didatanginya siang ini. Semua Nihil!
Kuota karyawan penuh. Tak ada satu pun yang menerima surat lamaran
kerjanya. Menyeracaulah ia.
“Haduh… Sudah PT
ke-15 aku datangi, tak ada satupun yang menerima. Jika ditotal sejak
kemarin lusa sudah lebih dari 50 perusahaan aku sambangi. Nihil!
Teganya…. teganya .. teganya…..” Memelas.
Duduk
di bangku taman. Berdiri lagi.
“Padahal kurang
apa coba. Gini-gini saya ini sarjana lho, S 1. Lulusan UI pula.
Kalian tahu kan UI?”
“Universitas
Indonesia!” Jawab penonton.
“Eh bukan-bukan,
Bukan Universitas Indonesia, UI itu Universitas Indungsia! hehe”
“Ahghhh… di
zaman ini . Segala-gala susah. Cari duit, susah! Cari kerja, suuusah!
Cari air, Syusyah! Cari calon istri, sssssusah. Cuma ada beberapa
yang gak susah. Apa coba?”
“Apa?” tanya
penonton.
“Yang gak susah
itu, CARI MASALAH dan CARI MATI! Hoho.”
Bolak-balik di
panggung.
“Bolak-balik,
mondar-mandir, dahi hulu ke seberang, dari sabang ke merauke, dari
udik ke hulu, cari duit sulit li lit!”
“Eh eh… Lihat
lihat! Di ujung jalan itu… Mobil mewah berlalu-lalang, anak-anak
jalanan berseliweran. Ironis ya!”
Ekspresi sedih.
Tiduran di kursi.
“Di negeri
kita,yang Tanah surga, katanya. Zamrud Katulistiwa, julukannya. Yang
kaya tambah kaya, yang miskin makin miskin. Yang senang semakin
senang, yang terhimpit semakin terjepit. Yang galau makin galau.”
“Kacau-kacau!”
Berdiri.
“Para pejabat
kita, punya harta bergelimang bukan kepalang. Rakyat jelata makin
menderita.”
“Fuih!”
Menjijikan! Membanting
map surat lamaran pekerjaan.
Menemukan Koran
bekas.
“Wah, ada Koran
nih. Baca ah.”
“Berita utama.
–Terorisme mengancam Indonesia- Densus 88 kembali menciduk para
teroris di Margonda, Depok.”
“Hem…
Ngomong-ngomong teroris. Mereka itu kurcaci-kurcaci saja. Teroris
kelas teri. Di Negeri kita, lebih banyak lagi gembong teroris. Kelas
kakap! Kalian tahu siapa mereka?”
“Gak tahu!”
jawab penonton serempak.
“Gembong teroris
itu, sebenarnya, para KORUPTOR. Korban kejahatan mereka bukan 1,2
atau 10,20 orang tapi ribuan atau bahkan jutaan orang. Lebih kejam
mana coba? Seharusnya para koruptor itu yang dihukum mati, setuju?!”
“Setuju!”
“Ah sudah-sudah.
Ngomongin politik, hukum, bikin ruwet! Mending baca berita hiburan,
entertainment, selebritis.” Membolak-balik
Koran.
“Psy mengguncang
Amerika lewat Gangnam Style. Nah ini baru seru. Kalian tahu Gangnam
style kan?”
“Ngaakkk!”
“Huh, Ter-la-lu!
Nah biar ga stress mending nge-Ganggam Style yuks! Musik cekidot”
Musik. Menari
Gangnam Style di panggung.
“Hah hah… Aduh
cape… sudah berhenti dulu dah!” Mengipas-ngipasi
tubuh.
“Hem… oya, baru
keinget, siang ini belum Up Date Status.” Mengeluarkan
HP.
“Masuk FaceBook
dulu ah. Email : keyunyusekali@yahoo.com.
Password, keypecintasejati. Tara…. Facebook terbuka!!!”
“Wah banyak yang
komen nih, status tadi pagi, tadi aku tulis : “Pagi ini melamar
kerja lagi, doain eaaa!!!”
“Ini komen dari
Rendra
si Anak Ingusan : Iya,
cemunguuttt! Komen dari Aris
sayang Tenny
: Trusss… Gue mesti bilang Woouww gittchu?! Yang ini komen dari
Rizka
‘rinndhhucintraaa’ langiiittt :
Yah itu sih masalah lo, derita loe, buat apa gue repot2 doa!”
“Haduh kurang asem
betul! Bukanya doain, malah merutuk!”
“Hah… Ini nih
repotnya jadi pengacara cendikia, Penganngguran banyak acara
cendikia. Kasihan papi-mami membiayai banyak. Berkorban demi mencari
uang kuliah. Dan kini aku hanya… menganggur! Hiks”
Sedih. Sendu.
Nyanyian kemalangan.
“Ya Allah, semua
ini kuserahkan padaMu. Pada kuasaMu. Tawakkalku!”
Berlutut!
Seseorang datang.
“Hey hey… kenapa
bersimpuh begitu. Bangun bangun!”
“Jangan putus asa!
Daripada sedih begitu, mending ikut aku yuks!” Memapah.
“Ke mana?”
“Ayo ikut, kita ke
acara Pekan Indonesia Kreatif yuks. Ikutan Drama atau musikalisasi
puisi. Siapa tahu kamu bisa jadi aktor terbaik!”
“Aku gak pinter
acting,kawan?!”
“Udah ikut aja.
Yang pasti di sana banyak acara menarik yang bakal memantik
kreatifitasmu. Kamu dilatih menjadi orang kreatif nan inovatif. Kalau
sudah kreatif dan inovatif ngak perlu ngemis-ngemis cari kerja. KAMU
YANG MEMBUKA LAPANGAN KERJA! Ayo Ikut!”
“Benarkan?”
“Sumpeh deh!
Ayoooo… Cepet!”
Mereka berjalan
beriring menuju pageleran Pekan Indonesia Kreatif. Tak ada lagi
Pengacara Cendikia, yang ada Pejuang Cendikia.
*TAMAT*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar