Liku Cinta
Oleh : Prito Windiarto
“Sudahlah La, berbohong sedikit tak mengapa, toh ini buat kebaikan kita juga!”.
“Tak bisa Ris, aku akan merasa bersalah seumur hidup bila tak jujur padanya, aku merasa mengkhianatinya”.
Klek….Hp ditutup.
Setelah itu Kayla menon-aktikan Hp-nya, ia kemudian merebahkan tubuhnya di kasur kamar kost. Sementara di tempat lain Faris berusaha menghubungi Kayla lagi.
“Maaf nomor telepon yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi,” selalu suara itu yang ia dengar.
“Sial, Kayla mematikan Hp-nya” Faris tak kalah frustrasi.
“Bukankah berbohong demi kebaikan tak apa-apa?” tanyanya dalam hati, “ah Kayla”
Kejadian malam ini sungguh di luar dugaannya. Ditariknya napas dalam-dalam, tiba-tiba angannya melayang membawa dirinya ke acara BAMBA (Bimbingan Akademis Mahasiswa Baru)– semacam OSPEK – dua setengah bulan lalu.
Ketika itu acara perkenalan, semua mahasiswa masuk sebuah gedung pertemuan, karena pintu sempit tanpa sengaja ia menyenggol seseorang.
“Aduh!!” ucap wanita itu.
“Maaf Teh tak sengaja”
Kedua mata beradu. Melihat name tag Faris iseng memperkenalkan diri.
“Kenalkan aku Faris, kamu ngambil bahasa inggris juga kan, boleh kenalan? Diulurkan tangannya,
“Kayla” jawabnya lembut.
Kemudian mereka masuk beriringan, duduk bersebelahan. Waktu berjalan, mereka semakin akrab, apalagi ternyata mereka kemudian menempati kelas yang sama, 1 B. Mereka terlibat diskusi intens. Baik soal kuliahan ataupun bukan. Saling membantu mengerjakan tugas. Sikap Kayla yang terbuka membuat Faris senang.
“Aku sudah punya cowok sekolah di AKABRI Magelang,” ucapnya suatu hari.
Dia juga menceritakan keluarganya, ia anak bungsu dua bersaudara, ingin menikah dengan seorang yang sukses, ingin membanggakan orang tua, tanpa sungkan menceritakan hobi, mafa, mifa, bahkan kriteria cowok idaman.
“Ganteng, smart, periang, sholeh juga”.
Faris sendiri heran kenapa ia begitu cepat akrab dengan Kayla padalah ia biasanya sulit bergaul, tapi dengan Kayla ia merasa nyaman bahkan tenang bersamanya. Ketika ditanya, Kayla juga merasakan hal yang sama sejuknya.
Suatu malam setelah mengerjakan tugas, Faris mengajaknya minum teh di sebuah kafe, Kayla menurut saja. Pembicaraan awal masih tentang kuliah, tapi kemudian menjurus pada satu titik; ungkapan hati.
“Kayla….”, ucapnya lembut, diraihnya jemari Kayla kemudian digenggam erat, Kayla tak menolak, mata mereka beradu.
“Ingin kuungkap rasa ini, dua setengah bulan kita bersama, aku merasa aku semakin nyaman bersamamu, aku yakin ini bukan perasaan biasa, ingin aku katakan ini bahwa……..aku cinta kamu, demi bintang yang gemerlap. Demi bulan yang menerangi, ingin kujewantahkan rasa ini. Aku sayang kamu,” ungkapnya gombal.
Kayla menarik tangannya dari genggaman Faris, ia menunduk.
“La…aku tak memaksamu, aku hanya ingin mengungkap rasa bergejolak ini, sungguh aku tak mengharap kau menerimaku, sungguh.”
Kayla mengangkat wajahnya.
“Ris, jujur sebenarnya aku merasakan hal yang sama, tapi…..kau tahu sendiri aku sudah punya pacar? tak mungkin aku memutuskannya?”
“Ya, aku tahu. Karena itu aku tak memaksamu.” Diraihnya kembali tangan Kayla, wajahnya mendekati Kayla, Kayla memejamkan mata, satu kecupan mendarat di keningnya, kehangatan menjalar seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba Kayla ingat pacarnya, ingat akan janji setia yang diikrarkannya, didorongnya Faris, Faris terbelalak. Kayla lari.
“Kayla…Kayla…!” kejarnya.
Hari berikutnya Kayla absen kuliah. Hp nonaktif, Faris gelisah. Ia menemuinya ke kosan, sulit! dia sedang mengurung diri.
***
Sore ini.
Kayla masih meringkuk diatas kasur, sudah dua hari ia mengurung diri. Teman-teman kost mengkhawatirkan kesehatannya. Ia jarang makan.
Tok…tok….terdengar seorang mengetuk pintu “Siapa?” tanya Kayla.
“Syifa La, buka dong!”
Kayla beringsut membuka pintu.
“Ada apa Fa?
“Itu Rahman Ketua tingkat-mu mau berbicara, katanya penting.”
“Penting? Soal apa? Kuliahan?”
“Ga tau.. iya kali , lo kan udah beberapa kali gak masuk.”
Kayla keheranan jarang-jarang Ketua tingkat-nya itu menghubungi, kalaupun menghubungi pasti ada yang penting, begitu pikir Kayla.
“Ya udah suruh tunggu aku mandi dulu.”
“Nah gitu dong”.
10 menit kemudian Kayla datang.
“Maaf mas menunggu, ada apa ya?”
Rahman kemudian menjelaskan bahwa kedatangannya atas permintaan Faris. Sontak Kayla geram.
“Lho, kiraain mas kesini mau apa?”
“Maaf La aku hanya ingin bantu Faris, dia sering curhat sama aku, ia tampak frustrasi mikirin kamu”
Kayla hanya diam, ternyata Faris masih memikirkannya.
“La.... Faris mau minta maaf sama kamu atas kejadian malam itu, terus dia juga meminta agar kamu tak menceritakan kejadian itu pada pacarmu, anggap saja itu kecelakaan”
“Kesalahan Faris telah aku maafkan, tapi tentang kejadian malam itu, aku harus jujur Mas aku pantang berbohong”.
“Baiklah, begini saja menurut Mas, kalau kamu memang gak bisa bohong, katakan saja yang sebenarnya, tapi kamu mesti siap menanggung konsekunsinya”.
“Baik mas, saya akan jujur kepada pacarku ketika ia pulang akhir bulan nanti.”
***
Setelah itu Kayla kuliah seperti biasa, Faris bahagia, tapi ia tak bisa lagi dekat dengannya berbicarapun tidak, ketika ia mendekat, Kayla menghindar, ditelepon ia tak pernah mengangkat.
Sampai suatu hari di ujung November Kayla meneleponnya.
“Halo assalamu’alaikm Kayla…”
“Waalaikum salam”
“Kau marah padaku ya?”
“Engga aku udah maafin kamu cuma ingin menyendiri saja”.
“Eh….”
“Oya Ris, aku sudah jujur pada mas Seto, ia marah besar, tapi syukurlah ia tak minta putus, ia hanya memintaku untuk menjauhimu dan aku berjanji untuk itu”.
“Maksudmu..?
“Ya… kita tak boleh berhubungan lagi, nomer ini akan aku ganti, terus semester depan aku akan pindah ke kelas C”
“E…h…”, gumam Faris.
“Apa kita tidak bersahabat, aku ingin silaturahmi kita tak putus,” lanjutnya.
“Haah…sepertinya tak bisa Ris, bukan hanya karena aku telah janji sama mas Seto, tapi juga karena aku takut akan ada benih cinta baru kalau kita masih berhubungan, walau hanya bersahabat.”
“He…h..” Faris mengeluh
“Sudah dulu ya, aku minta maaf atas kejadian ini, ”wassalamualakum”
“Wa’alaikum salam”
“Kayla…!!.”pekik Faris.
Sayang HP sudah ditutup.
Itu adalah pembicaraan terakhir Faris dengannya setelah itu mereka lost contact.
Sampai selesai wisuda mereka tak pernah bertegur sapa.
***
Setahun setelah wisuda Faris merantau keluar kota. Di sebuah pagi cerah tukang pos datang mengantarkan surat undangan, undangan pernikahan tepatnya.
Dibukanya surat beramplop putih itu, di dalamnya sebuah undangan berwarna biru cantik. Tampak di sampul depan sebuh foto wanita yang sanagt dikenalnya “Menikah Seto Mulya Abadi dengan Kayla Nurjannah, S.Pd.,” begitu tulisan yang tertera di bawahya, tulisan yang menyayat hati. Begitu perih liku cintanya.
Tapi bagaimanapun Faris bertekad dalam hati untuk hadir, mengucapkan selamat, menghaturkan doa pada mereka, menyakitkan sekali sebenarnya.
***
Di pelaminan sepasang pengantin duduk mesra, Seto dan Kayla,
“Andai aku yang menjadi mempelai pria,” gumam Faris.
“Akh.. sudahlah, takdir tak mempertemukanku dengannya”.
Tiba saat bersalaman, Faris ikut menyalami, Seto tampak keheranan,
“Ini siapa ya, kayaknya belum kenal?”
“Nur Hadi, teman Kayla kuliah dulu,” jawabnya, ia tak bohong karena memang Nur Hadi adalah nama panjangnya.
“Oh maaf ya, baru kenal sekarang,"
“Oh ga papa, barokallahufik,” ucapnya.
Diamini mas Seto, mereka berpelukan. Selanjutnya Kayla, Faris gemetar, ditelungkupkan tangan.
“Selamat ya sobat, barokallahu fik”
“Amin” jawabnya lirih
Faris segera pulang, tak ingin membuat hati semakin terluka
***
Pantai Pangandaran begitu indah di pagi hari. Faris duduk di bangku pinggir pantai. Ditatapnya laut ”Subhanallah” dilantunkannya puisi:
Ritme ini seolah tak pernah berubah,
Gemuruh
Menggulung, menabrak
Bahkan kadang meluluhlantak
Gelombangnya seolah menasbihkan kekuasaan
Hentakannya seolah menunjukkan kekuatan
Sejenak ia diam.
Namun detik kemudian kembali menghempaskan
laut gemuruh…....
Dihirupnya udara dalam-dalam, mentari meninggi, matanya menangkap dua orang yang begitu ia kenal, Seto dan Kayla. Perut Kayla tampak membesar, hamil.
Ingin Faris menemui mereka, tapi…. “Akh, tak usahlah, takut mengganggu mereka. Biarlah aku di sini sepi, sendiri. Aku tak boleh menggangu hidup mereka. Lagi pula toh suatu saat nanti aku juga akan merasakannya,” gumannya dalam hati.
Kembali ia melantunkan puisi.
Pada seriosa hati
Kutancapkan mimpi
Dalam seluloid-seluloid mimpi
Kuteguhkan asa mewangi
Rebas-tebas dan menangi
Raih, peluk, cinta sejati
**
Arrahmaniyyah, a 011109: 09.25
Based on true story dengan bumbu fiksi, teruntuk Fadhil dan Wahyuni.
Prito Windiarto, Mahasiswa Diksatrasia Unigal. Bergiat di Komunitas Pena Santri. www.pena-santri.blogspot.com
Alhamdulillah dimuat di Tabloid Ganesha. Semoga bermanfaat.
1 komentar:
Anapoker Penyedia games Kartu Poker judi Online terbaik & Terpercaya, Sudah Berdiri lama di Indonesia Dengan Bukti yang Akurat..
Tanpa Ragu-ragu lagi, Ayo Gabung dengan Situs Judi Online Anapoker, Raih Kemenangan Hingga Mencapai Puluhan Juta Rupiah Sekarang juga
Contact untuk bergabung sekarang juga
Whatsapp : 0852 2255 5128
Line ID : agenS1288
Telegram : agenS128
Promo Bonus Untuk Member Baru AgenS128, Casino IDNLive :
Freebet Casino Online
sbobet alternatif
Freebet Casino Online Terbaru IDN Live
link sbobet
sabung ayam online
adu ayam
casino online
sabung ayam bangkok
ayam laga birma
poker deposit pulsa
deposit pulsa poker
deposit pulsa
deposit pulsa
deposit pulsa
Posting Komentar