PENINGKATAN
KETERAMPILAN MENULIS DENGAN METODE SCAFFOLDING
Keterampilan Menulis |
BAB
I
PENDAHULUAN
PENINGKATAN
KETERAMPILAN MENULIS DENGAN METODE SCAFFOLDING
A. Latar
Belakang
Sesuai
dengan tuntutan kurikulum SMA, bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa
yang harus dipenuhi dari beberapa aspek. Mulai dari menulis paragraf hingga
menulis kritik sastra. Namun sudah menjadi rahasia umum, menulis adalah
keterampilan yang paling dihindari oleh para siswa. Baik itu dari tingkat dasar
hingga tingkat atas yang notabennya memiliki lebih besar kemampuan dalam
perbendaharaan kata, pengalaman dan kondisi psikologisnya. Hal ini terjadi
karena masih banyak siswa SMA yang terjebak dengan sugesti buruk akan
keterampilan menulis. Kondisi tingkat keterampilan berbahasa yang menempatkan
keterampilan menulis sebagai kompetensi berstrata paling tinggi, sedikit banyak
memberikan pengaruh kepada siswa bahwa menulis itu sulit. Padahal seorang novelis sastra Amerika William
Faulkner menyatakan, “menulis itu sepuluh persen bakat dan sembilan puluh
persen adalah kerjakeras”. Maka dari itu, peran guru sebagai pembimbing sangat
diperlukan dalam merealisasikan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar yang
berhubungan dengan keterampilan menulis, dan metode yang digunakan disisni
adalah metode Scaffolding.
Scaffolding
dikembangkan
sebagai sebuah metafora untuk menjelaskan tentang suatu bentuk bantuan yang
ditawarkan oleh guru atau teman sejawat untuk mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Dalam proses scaffolding, guru membantu penguasaan tugas
atau konsep-konsep yang sulit dicerna siswa. Guru hanya membantu siswa dengan
memberikan arahan atau media dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dikuasai
siswa, namun tanggung jawab penyelesaian tugas tetap pada diri siswa. Scaffolding
merupakan jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah
diketahui oleh siswa dengan sesuatu yang baru yang akan dikuasa atau diketahui
siswa.
Dari keadaan
diatas maka penulis mengangkat masalah tersebut dengan judul PENINGKATAN
KETERAMPILAN MENULIS DENGAN METODE SCAFFOLDING. Denga harapan siswa SMA mampu
melaksanakan keterampilan menulis dengan baik.
B.
Rumusan
Masalah
PENINGKATAN
KETERAMPILAN MENULIS DENGAN METODE SCAFFOLDING
1. Bagaimana
rencana pelaksanaan pengajaran menulis dengan metode scaffolding?
2. Bagaimana
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan metode scaffolding?
3.
Bagaimana perubahan kemampuan siswa
dalam peningkatan keterampilan menulis dengan metode scaffolding?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mendeskripsikan
perencanaan pembelajaran menulis dengan metode scaffolding.
2. Mendeskripsikan
langkah-langkah pembelajaran dengan metode scaffolding.
3. Mendeskripsikan
perubahan kemampuan siswa dalam peningkatan keterampilan menulis dengan metode scaffolding.
D.
Hipotesis
Metode scaffolding mampu meningkatkan
meningkatkan keterampilan menulis.
BAB II
Kajian Teori
Menulis
adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang mengambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang dapat membaca
lambang- lambang grafik tersebut jika mereka memahami bahasa dan grafik
tersebut (H.G Tarigan, 2008 : 22). Menurut Djago Tarigan dalam Elina Syarif,
Zulkarnaini, Sumarno (2009: 5) menulis berarti mengekpresikan secara tertulis
gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Lado dalam Elina Syarif,
Zulkarnaini, Sumarno (2009: 5) juga mengungkapkan pendapatnya mengenai menulis
yaitu: meletakkan simbol grafis yang mewakili bahasa yang dimengerti orang
lain. Menulis dapat dianggap sebagai suatu proses maupun suatu hasil. Menulis
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah
tulisan. Menurut Heaton dalam St. Y. Slamet (2008: 141) menulis merupakan
keterampilan yang sukar dan kompleks.
Istilah
scaffolding pada mulanya diperkenalkan oleh Wood, Bruner, dan Ross (1976).
Scaffolding dikembangkan sebagai sebuah metafora untuk menjelaskan
tentang suatu bentuk bantuan yang ditawarkan oleh guru atau teman sejawat untuk
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses
scaffolding, guru membantu penguasaan tugas atau konsep-konsep yang
sulit dicerna siswa. Guru hanya membantu siswa dengan memberikan arahan atau
media dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dikuasai siswa, namun tanggung
jawab penyelesaian tugas tetap pada diri siswa. Scaffolding atau mediated
learning adalah teori yang dikemukakan oleh Vigotsky, khususnya terkait
dengan ide tentang Zona Proximal Development. Menurut Vigotsky, tingkat
perkembangan kemampuan anak itu berada dalam dua tingkatan/level, yaitu tingkat
kemampuan aktual (yang dimiliki anak) dan tingkat kemampuan potensial (yang
bisa dikuasai oleh siswa). Zona antara tingkat kemampuan aktual dan potensial
itu disebut zona proximal development. Untuk mencapai tingkat kemampuan
potensial itu, siswa memerlukan tangga atau jembatan untuk mencapainya. Salah
satu tangga itu adalah bantuan dari seorang guru yang berupa penggunaan
dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam belajar dan pemecahan masalah.
Ragam bantuan yang diberikan tergantung pada tingkat kesulitan yang dialami
siswa, misalnya: memecah tugas menjadi lebih kecil, mengatur bagian-bagian, mengajak
berpikir ulang, membahasakan proses berpikir jika tugasnya kompleks; melaksanakan
pembelajaran kooperatif, melakukan dialog dalam kelompok kecil, memberi
petunjuk konkret, melakukan tanya jawab, memberikan kartu-kartu kunci, atau
melakukan pemodelan. Di samping itu, bila diperlukan bantuan dapat berupa: mengaktifkan
latar belakang pengetahuan yang dimiliki siswa, memberikan tips-tips atau
kiat-kiat, strategi, dan prosedur-prosedur kunci untuk melaksanakan tugas atau
memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Bantuan itu diberikan agar siswa tidak
frustasi karena mengerjakan tugas atau suatu keterampilan yang sulit dicapai/dilaksanakan.
Klausmeier (1977) menegaskan bahwa scaffolding adalah salah satu
pemikiran penting konstruktivis modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar