Tips Membangun
Sekolah Unggulan Bagian 2
Prito Windiarto
Membangun sekolah unggulan tentu
bukanlah pekerjaan yang mudah, namun bukan pula hal mustahil. Perlu ada tekad
kuat, kesungguhan, dan strategi jitu. Tekad yang kuat menjadi sumbu penyemangat
untuk terus berjuang. Kesungguhan akan memantik kontinuitas, konsistensi, dan
fokus. Strategi jitu akan mempermudah, memuluskan langkah.
Pada kesempatan ini akan kami
bahas perihal strategi jitu membangun sekolah unggulan. Strategi pertama
perihal SDM (sumber daya manusia). Tak bisa dipungkiri SDA (baca modal)
merupakan salah satu unsur penting, namun jauh lebih penting SDM. SDM yang baik
akan mengundang SDA (modal). Karena itulah langkah awal membangun sekolah
unggulan adalah membangun SDM yang kuat dan berintegritas.
Awal dari itu semua ada pada
rekrutmen. Karena itulah para penggagas manakala merekrut SDM baru (kepala
sekolah, guru, dan karyawan) musti selektif. Jangan asal terima. Syaratnya, pertama,
dan yang paling utama: mau berjuang. Bagi sekolah yang baru berdiri, atau sudah
lama berdiri namun masih tertatih, kata yang tepat untuk melukiskannya adalah
“berjuang”. Really. Karena bisa jadi keringat yang keluar belum bisa
tergantikan dengan uang yang sepadan, karena itu istilah yang digunakan adalah
berjuang. Landasan utama perjuangan adalah keikhlasan, karena itu syarat
pertama adalah keikhlasan, tekad kuat untuk sama-sama dalam satu gerbong
perubahan, pembangunan sekolah unggulan. Pun, tentu saja penggagas sekolah,
meski menerapkan istilah berjuang, mereka juga harus berusaha keras, berjuang
menyejahterakan pegawainya tentu saja.
Syarat kedua, skill atau
kompetensi. Setelah sayarat utama terpenuhi, syarat kedua adalah memiliki
kemampuan atau kompetensi. Mau berjuang tapi tak punya kompetensi, ya buat apa
juga, toh. Karena itulah tanyakan dulu, atau kalau bisa tes kompetensi apa yang
dimiliki. Kalau guru, sila cek kemampuan pedagogiknya misal, kemampuan
mengajrnya, dll. Ini penting, karena sekolah unggulan dan berkualitas harus
diurus orang yang berkualitas juga. Sekali lagi jangan asal ada, asal comot.
Syarat ketiga, mau bekerja keras.
Syarat ketiga ini bertalian dengan syarat pertama. Bedanya kalau syarat pertama
ada diniat, ini berada di ranah praktik. Harus ada kontrak kerja untuk mau
bekerja keras. Misal selain ngajar juga ada tugas sama-sama mengajukan
proposal, mendidik lewat ekstra, dll. Kontrak ini haru bisa diemplementasi
secara nyata.